Minggu, 31 Oktober 2010
Gunung Api Bisa Tidur Ribuan Tahun
Oleh Brigitta Isworo L
KOMPAS.com — Gunung api dan gempa hingga kini masih menyimpan misteri. Fenomena gunung api terasa di luar jangkauan tangan manusia. Kekuatan dan daya rusaknya ada dalam skala "superhuman". Letusan sebuah gunung di Eslandia di gletser Eyjafjallajökull menggugah kembali mitos dan legenda soal gunung.
Kekuatan yang dikeluarkan gunung di Eyjafjallajökull adalah ”simpanan” energi yang dihimpun selama lebih dari 1.100 tahun. Tak heran jika ”simpanan”-nya berupa abu vulkanik sedemikian besar volumenya, mengakibatkan kegelapan di langit Eropa utara dan lebih dari 16.000 penerbangan dibatalkan. Tercatat hanya dua kali gunung itu meletus, terakhir terjadi antara tahun 1821 dan 1823.
Bentuk gunung berapi ini menurut vulkanologis Benjamin Edwards memang bisa menipu. Bentuknya yang landai membuat orang berpikir tak akan terjadi letusan yang eksplosif.
Menurut Edwards, gunung api yang letusannya bersifat eksplosif biasanya kandungan magmanya kaya akan oksigen dan silikat. Dan, bentuk gunungnya kerucut seperti gunung Fujiyama di Jepang atau Gunung St Helen—sebelum letusan hebat pada tahun 1980 yang menyebabkan pucuknya terpotong.
Jenis lain yaitu gunung-gunung di Hawaii, seperti Mauna Loa, yang saat meletus mengeluarkan magma yang kental dan sedikit kandungan gasnya, meleleh dari celah-celah di sepanjang tubuhnya atau dari kepundannya.
Namun, pada gunung api tipe stratovolcano seperti di Eslandia ini terdapat magma bentukan baru yang kemudian bercampur magma lama. Kondisi ini mampu memperkaya magma dengan oksigen dan silikat. Faktor X lainnya adalah lapisan es tebal. Air dari es yang mencair yang kontak dengan magma, menurut Edwards, dapat memicu letusan yang eksplosif.
Teori lain dikemukakan Edward Venzke dari Global Volcanism Network di Washington, AS. Jaringan ini juga melibatkan US Geological Survey (USGS) dan Museum of Natural History Smithsonian Institution.
Pada erupsi (letusan) pertama Maret lalu, magma memancur keluar dari retakan-retakan—mengindikasikan ada kandungan gas. Ketika erupsi berhenti, magma menyumbat retakan sehingga tekanan di bawah puncak yang dilapisi es meningkat. Naiknya suhu magma mencairkan es. Air yang terbentuk inilah yang memicu letusan eksplosif.
Waspada Katla
Ketika Eyjafjallajökull meletus, pantas diwaspadai akankah ini memengaruhi aktivitas gunung api tetangganya, Katla, yang berjarak hanya sekitar 25 kilometer dari Eyjafjallajökull.
Dari laporan yang dimuat dalam jurnal Developments in Quaternary Science oleh tim ilmuwan pimpinan peneliti Erik Stukell dari University of Gothenburg, Swedia, kedua gunung tersebut pernah meletus bersama pada tahun 1612, 1821, dan tahun 1823. Dari laporan tersebut terbaca bahwa Katla memuntahkan material lebih banyak dibandingkan dengan Eyjafjallajökull.
Seperti laporan yang dimuat Christian Science Monitor, ditemukan sejumlah bukti bahwa magma di kedua gunung itu bersama-sama meningkat aktivitasnya pada kurun waktu 1999-2004. Katla telah beberapa kali meletus dan puncaknya bertumbuh. Tim pimpinan Stukell kini mewaspadai Katla.
Dari ”hotspots”
Bencana letusan Eyjafjallajökull menyebabkan kerugian hingga Rp 2,18 triliun per hari gara-gara penerbangan terganggu. Banjir setinggi 3 meter menyebabkan sekitar 1.000 orang diungsikan. Letusan masif gunung berapi sering kali katastropik.
Gunung api di Eslandia dan di Hawaii muncul dari hotspot, (titik panas), di mana magma yang bersuhu tinggi keluar dari rekahan di daerah punggungan samudra dari Sea Floor Spreading, di mana lempeng bumi bergerak saling menjauh.
Sementara itu, terbentuknya gunung api di Indonesia adalah dari area zona subduksi, di mana dua lempeng bumi bertemu sehingga saling gesek dan menimbulkan panas tinggi yang memproduksi magma. Magma ini keluar ke permukaan sebagai gunung api. Meski proses terbentuknya berbeda, sifat katastropik letusan beberapa jenis gunung api adalah sama.
Toba terbesar
Indonesia masih menduduki puncak bencana masif letusan gunung api dengan letusan Gunung Toba—ditengarai ada di lokasi Danau Toba sekarang.
Dari skala intensitas letusan yang disebut volcanic explosivity index (VEI), letusan Gunung Toba dituliskan mencapai 8 atau bahkan lebih. Kapan terjadinya? ”74.000 before the present” adalah jawabannya—yaitu sekitar 74.000 tahun lalu (Volcanoes in Human History, de Boer/Sanders, 2002).
Setelah Toba, letusan terbesar sepanjang sejarah bumi adalah letusan Gunung Tambora di Pulau Sumbawa pada bulan April tahun 1815. Korban tewas mencapai 70.000. Mereka tewas seketika dan banyak lainnya menyusul beberapa waktu kemudian akibat kelaparan dan penyakit.
Abu vulkanik menutup hutan, ladang, dan sawah. Ketinggian abu vulkanik mencapai lapisan stratosfir—tempat proses iklim terjadi—dan mengubah pola iklim. Daerah basah menjadi kering, daerah kering menjadi basah. Radiasi matahari terhalang. Pada tahun 1816 di Amerika Serikat dikenal sebagai ”The Year without a Summer” (Volcanoes in Human History, 2002).
Menggambarkan katastropi ini, penyair Lord Byron menuliskan puisi ”Darkness” yang isinya berbunyi:
Terang matahari lenyap, juga bintang; Meninggalkan kegelapan di ruang angkasa tak bertepi; Tak ada sinar, tak ada jejak, bumi bagai bongkah es; Semua menjadi buta dan menghitam di udara tanpa bulan; Pagi datang dan pergi dan datang lagi dan tak ada hari; Dan manusia lupa akan kepeduliannya di tengah rasa takut; tercekam akan kepedihan ini....
Sumber :
http://sains.kompas.com/read/2010/04/21/09002488/Gunung.Api.Bisa.Tidur.Ribuan.Tahun
21 April 2010
KOMPAS.com — Gunung api dan gempa hingga kini masih menyimpan misteri. Fenomena gunung api terasa di luar jangkauan tangan manusia. Kekuatan dan daya rusaknya ada dalam skala "superhuman". Letusan sebuah gunung di Eslandia di gletser Eyjafjallajökull menggugah kembali mitos dan legenda soal gunung.
Kekuatan yang dikeluarkan gunung di Eyjafjallajökull adalah ”simpanan” energi yang dihimpun selama lebih dari 1.100 tahun. Tak heran jika ”simpanan”-nya berupa abu vulkanik sedemikian besar volumenya, mengakibatkan kegelapan di langit Eropa utara dan lebih dari 16.000 penerbangan dibatalkan. Tercatat hanya dua kali gunung itu meletus, terakhir terjadi antara tahun 1821 dan 1823.
Bentuk gunung berapi ini menurut vulkanologis Benjamin Edwards memang bisa menipu. Bentuknya yang landai membuat orang berpikir tak akan terjadi letusan yang eksplosif.
Menurut Edwards, gunung api yang letusannya bersifat eksplosif biasanya kandungan magmanya kaya akan oksigen dan silikat. Dan, bentuk gunungnya kerucut seperti gunung Fujiyama di Jepang atau Gunung St Helen—sebelum letusan hebat pada tahun 1980 yang menyebabkan pucuknya terpotong.
Jenis lain yaitu gunung-gunung di Hawaii, seperti Mauna Loa, yang saat meletus mengeluarkan magma yang kental dan sedikit kandungan gasnya, meleleh dari celah-celah di sepanjang tubuhnya atau dari kepundannya.
Namun, pada gunung api tipe stratovolcano seperti di Eslandia ini terdapat magma bentukan baru yang kemudian bercampur magma lama. Kondisi ini mampu memperkaya magma dengan oksigen dan silikat. Faktor X lainnya adalah lapisan es tebal. Air dari es yang mencair yang kontak dengan magma, menurut Edwards, dapat memicu letusan yang eksplosif.
Teori lain dikemukakan Edward Venzke dari Global Volcanism Network di Washington, AS. Jaringan ini juga melibatkan US Geological Survey (USGS) dan Museum of Natural History Smithsonian Institution.
Pada erupsi (letusan) pertama Maret lalu, magma memancur keluar dari retakan-retakan—mengindikasikan ada kandungan gas. Ketika erupsi berhenti, magma menyumbat retakan sehingga tekanan di bawah puncak yang dilapisi es meningkat. Naiknya suhu magma mencairkan es. Air yang terbentuk inilah yang memicu letusan eksplosif.
Waspada Katla
Ketika Eyjafjallajökull meletus, pantas diwaspadai akankah ini memengaruhi aktivitas gunung api tetangganya, Katla, yang berjarak hanya sekitar 25 kilometer dari Eyjafjallajökull.
Dari laporan yang dimuat dalam jurnal Developments in Quaternary Science oleh tim ilmuwan pimpinan peneliti Erik Stukell dari University of Gothenburg, Swedia, kedua gunung tersebut pernah meletus bersama pada tahun 1612, 1821, dan tahun 1823. Dari laporan tersebut terbaca bahwa Katla memuntahkan material lebih banyak dibandingkan dengan Eyjafjallajökull.
Seperti laporan yang dimuat Christian Science Monitor, ditemukan sejumlah bukti bahwa magma di kedua gunung itu bersama-sama meningkat aktivitasnya pada kurun waktu 1999-2004. Katla telah beberapa kali meletus dan puncaknya bertumbuh. Tim pimpinan Stukell kini mewaspadai Katla.
Dari ”hotspots”
Bencana letusan Eyjafjallajökull menyebabkan kerugian hingga Rp 2,18 triliun per hari gara-gara penerbangan terganggu. Banjir setinggi 3 meter menyebabkan sekitar 1.000 orang diungsikan. Letusan masif gunung berapi sering kali katastropik.
Gunung api di Eslandia dan di Hawaii muncul dari hotspot, (titik panas), di mana magma yang bersuhu tinggi keluar dari rekahan di daerah punggungan samudra dari Sea Floor Spreading, di mana lempeng bumi bergerak saling menjauh.
Sementara itu, terbentuknya gunung api di Indonesia adalah dari area zona subduksi, di mana dua lempeng bumi bertemu sehingga saling gesek dan menimbulkan panas tinggi yang memproduksi magma. Magma ini keluar ke permukaan sebagai gunung api. Meski proses terbentuknya berbeda, sifat katastropik letusan beberapa jenis gunung api adalah sama.
Toba terbesar
Indonesia masih menduduki puncak bencana masif letusan gunung api dengan letusan Gunung Toba—ditengarai ada di lokasi Danau Toba sekarang.
Dari skala intensitas letusan yang disebut volcanic explosivity index (VEI), letusan Gunung Toba dituliskan mencapai 8 atau bahkan lebih. Kapan terjadinya? ”74.000 before the present” adalah jawabannya—yaitu sekitar 74.000 tahun lalu (Volcanoes in Human History, de Boer/Sanders, 2002).
Setelah Toba, letusan terbesar sepanjang sejarah bumi adalah letusan Gunung Tambora di Pulau Sumbawa pada bulan April tahun 1815. Korban tewas mencapai 70.000. Mereka tewas seketika dan banyak lainnya menyusul beberapa waktu kemudian akibat kelaparan dan penyakit.
Abu vulkanik menutup hutan, ladang, dan sawah. Ketinggian abu vulkanik mencapai lapisan stratosfir—tempat proses iklim terjadi—dan mengubah pola iklim. Daerah basah menjadi kering, daerah kering menjadi basah. Radiasi matahari terhalang. Pada tahun 1816 di Amerika Serikat dikenal sebagai ”The Year without a Summer” (Volcanoes in Human History, 2002).
Menggambarkan katastropi ini, penyair Lord Byron menuliskan puisi ”Darkness” yang isinya berbunyi:
Terang matahari lenyap, juga bintang; Meninggalkan kegelapan di ruang angkasa tak bertepi; Tak ada sinar, tak ada jejak, bumi bagai bongkah es; Semua menjadi buta dan menghitam di udara tanpa bulan; Pagi datang dan pergi dan datang lagi dan tak ada hari; Dan manusia lupa akan kepeduliannya di tengah rasa takut; tercekam akan kepedihan ini....
Sumber :
http://sains.kompas.com/read/2010/04/21/09002488/Gunung.Api.Bisa.Tidur.Ribuan.Tahun
21 April 2010
Sejumlah Gunung Berapi Ikut Menggeliat
Liputan6.com, Aceh Besar: Warga Lamteuba, Aceh Besar, Nanggroe Aceh Darussalam, mulai khawatir dengan meningkatnya status Gunung Seulawah Agam menjadi "waspada", Sabtu (30/10). Sejauh ini, tidak ada informasi mengenai daerah aman atau jalur evakuasi untuk warga, jika gunung itu benar-benar meletus. Padahal, jarak antara permukiman warga dan gunung kurang dari dua kilometer.
Tidak hanya itu, kondisi jalan yang merupakan jalur utama evakuasi juga sangat memprihatinkan. Hingga kini, jalur tersebut belum diperbaiki. Padahal, warga berulang kali mengajukan permohonan perbaikan.
Di Gunung Sorik Marapi di Desa Sibanggor Tonga, Kecamatan Lembah Sorik Marapi, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatra utara, baru-baru ini juga mengalami peningkatan gempa vulkanik dengan intensitas yang masih ringan. Terakhir, gunung itu meletus pada 1987 dengan muntahan abu vulkanik hingga menjangkau Sumatra Barat. Saat ini statusnya "normal".
Gunung Anak Krakatau di Perairan Selat Sunda, Banten, juga masih berstatus "waspada". Sepanjang Jumat kemarin, gempa vulkanik terjadi ratusan kali. Hingga kini, sedikitnya 87 letusan terjadi dan 32 kali gempa vulkanik. Namun, warga belum merasa terganggu dan para nelayan di sekitarnya pun masih tetap melaut walau ombak cukup besar.
Sementara status Gunung Egon di Sikka, Nusa Tenggara Timur, juga ikut naik menjadi "waspada". Sejak gempa 5,3 skala Richter april lalu, aktivitasnya meningkat. Hingga petang ini, hembusan belerang dari kawah mulai sering terjadi [baca: Status Gunung Egon Jadi Waspada].
Namun, proses pemantauan terhambat ,akibat tidak adanya aliran listrik di pos pemantauan di Desa Nangatobong, Waigete, Sikka, sejak 2004. Petugas pun terpaksa menggunakan aki sebagai bahan bakar penerangan. Pos pemantau itu juga digunakan untuk memantau aktivitas Gunung Lereboleng dan Gunung Lewotobi di Flores Timur, yang juga berstatus "waspada".(SHA)
Sumber :
http://berita.liputan6.com/daerah/201010/304087/Sejumlah.Gunung.Berapi.Ikut.Menggeliat
30 Oktober 2010
Tidak hanya itu, kondisi jalan yang merupakan jalur utama evakuasi juga sangat memprihatinkan. Hingga kini, jalur tersebut belum diperbaiki. Padahal, warga berulang kali mengajukan permohonan perbaikan.
Di Gunung Sorik Marapi di Desa Sibanggor Tonga, Kecamatan Lembah Sorik Marapi, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatra utara, baru-baru ini juga mengalami peningkatan gempa vulkanik dengan intensitas yang masih ringan. Terakhir, gunung itu meletus pada 1987 dengan muntahan abu vulkanik hingga menjangkau Sumatra Barat. Saat ini statusnya "normal".
Gunung Anak Krakatau di Perairan Selat Sunda, Banten, juga masih berstatus "waspada". Sepanjang Jumat kemarin, gempa vulkanik terjadi ratusan kali. Hingga kini, sedikitnya 87 letusan terjadi dan 32 kali gempa vulkanik. Namun, warga belum merasa terganggu dan para nelayan di sekitarnya pun masih tetap melaut walau ombak cukup besar.
Sementara status Gunung Egon di Sikka, Nusa Tenggara Timur, juga ikut naik menjadi "waspada". Sejak gempa 5,3 skala Richter april lalu, aktivitasnya meningkat. Hingga petang ini, hembusan belerang dari kawah mulai sering terjadi [baca: Status Gunung Egon Jadi Waspada].
Namun, proses pemantauan terhambat ,akibat tidak adanya aliran listrik di pos pemantauan di Desa Nangatobong, Waigete, Sikka, sejak 2004. Petugas pun terpaksa menggunakan aki sebagai bahan bakar penerangan. Pos pemantau itu juga digunakan untuk memantau aktivitas Gunung Lereboleng dan Gunung Lewotobi di Flores Timur, yang juga berstatus "waspada".(SHA)
Sumber :
http://berita.liputan6.com/daerah/201010/304087/Sejumlah.Gunung.Berapi.Ikut.Menggeliat
30 Oktober 2010
Letusan Dahsyat Gunung Berapi Nyaris Akibatkan Bumi Kiamat
Penelitian baru menyingkap, sebuah letusan gunung berapi yang hampir melenyapkan semua kehidupan di bumi 260 juta tahun silam.
Ledakan itu pada sklala yang belum pernah disaksikan oleh manusia dan terjadi bahkan sebelum dinosaurus muncul ketika bumi dipadati makhluk yang kini telah punah.
Memuntahkan lava dan debu dari bawah laut dangkal yang meyelimuti Emeishan, barat laut China dan menghujani tumbuhan serta hewan primitif di benua yang dikenal sebagai Pangaea---yang kemudian terpecah menjadi benua Afrika, Amerika Selatan, Australia dan Antartika.
Letusan tersebut memuntahkan sekitar setengah juta kilometer kubik lava, mencakup satu wilayah dengan luas lima kali wilayah Wales.
Seperti dilansir Telegraph, para ilmuwan telah mampu menentukan letusan itu dengan waktu yang tepat dan secara langsung mengkaitkannya dengan peristiwa kepunahan masal akibat muntahan lava, yang kini muncul sebagai lapisan khusus bebatuan dari magma disisipi bebatuan sedimen dengan kandungan fosil yang mudah mendata kehidupan laut.
Pakar paleontologyi Profesor Paul Wignal dari Universitas Leeds, mengatakan: "Ketika dengan cepat mengalir, kekentalan rendah magma memenuhi laut dangkal, hal itu seperti melempar air ke dalam sebuah panci, ledakan dahsyat yang terjadi menghasilkan awan raksasa.
Semburan sulphur dioksida ke dalam atmosfir---akibat campuran lava dengan air akan menyebabkan terbentuknya awan besar yang menyebar ke seluruh dunia.
Peristiwa tersebut mendinginkan planet ini, yang akhirnya mengakibatkan semburan hujan asam. Para ilmuwan memperkirakan dari catatan fosil bahwa bencana lingkungan terjadi pada awal letusan.
Sejumlah pakar geologi umumnya menyetujui terjadinya beberapa peristiwa penting dalam sejarah Bumi yang berlaku saat ini termasuk pecahnya Pangaea dan kemungkinan terjadinya perubahan iklim planet.
Ada pula kepunahan masal pada kehidupan di Bumi ketika 96 persen dari seluruh spesies laut dan sekitar 70 persen spesies daratan punah.
Letusan raksasa seperti ini kemungkinan telah mempengaruhi iklim planet karena pancaran letusan dahsyat dapat menyebarkan partikel debu serta gas beracun ke atas atmosfir di seluruh dunia.
Profesor Wignall menambahkan temuan yang dipublikasikan pada Ilmu Pengetahuan: "Kepunahan tiba-tiba dari kehidupan laut dengan jelas dapat kita lihat dalam catatan yang mengaitkan letusan gunung berapi dahsyat dengan bencana lingkungan global, sebuah korelasi yang seringkali kontroversial." (Telegraph/sua)
Sumber :
http://erabaru.net/top-news/40-news5/10251-letusan-dahsyat-gunung-berapi-nyaris-akibatkan-bumi-kiamat-
4 Februari 2010
Ledakan itu pada sklala yang belum pernah disaksikan oleh manusia dan terjadi bahkan sebelum dinosaurus muncul ketika bumi dipadati makhluk yang kini telah punah.
Memuntahkan lava dan debu dari bawah laut dangkal yang meyelimuti Emeishan, barat laut China dan menghujani tumbuhan serta hewan primitif di benua yang dikenal sebagai Pangaea---yang kemudian terpecah menjadi benua Afrika, Amerika Selatan, Australia dan Antartika.
Letusan tersebut memuntahkan sekitar setengah juta kilometer kubik lava, mencakup satu wilayah dengan luas lima kali wilayah Wales.
Seperti dilansir Telegraph, para ilmuwan telah mampu menentukan letusan itu dengan waktu yang tepat dan secara langsung mengkaitkannya dengan peristiwa kepunahan masal akibat muntahan lava, yang kini muncul sebagai lapisan khusus bebatuan dari magma disisipi bebatuan sedimen dengan kandungan fosil yang mudah mendata kehidupan laut.
Pakar paleontologyi Profesor Paul Wignal dari Universitas Leeds, mengatakan: "Ketika dengan cepat mengalir, kekentalan rendah magma memenuhi laut dangkal, hal itu seperti melempar air ke dalam sebuah panci, ledakan dahsyat yang terjadi menghasilkan awan raksasa.
Semburan sulphur dioksida ke dalam atmosfir---akibat campuran lava dengan air akan menyebabkan terbentuknya awan besar yang menyebar ke seluruh dunia.
Peristiwa tersebut mendinginkan planet ini, yang akhirnya mengakibatkan semburan hujan asam. Para ilmuwan memperkirakan dari catatan fosil bahwa bencana lingkungan terjadi pada awal letusan.
Sejumlah pakar geologi umumnya menyetujui terjadinya beberapa peristiwa penting dalam sejarah Bumi yang berlaku saat ini termasuk pecahnya Pangaea dan kemungkinan terjadinya perubahan iklim planet.
Ada pula kepunahan masal pada kehidupan di Bumi ketika 96 persen dari seluruh spesies laut dan sekitar 70 persen spesies daratan punah.
Letusan raksasa seperti ini kemungkinan telah mempengaruhi iklim planet karena pancaran letusan dahsyat dapat menyebarkan partikel debu serta gas beracun ke atas atmosfir di seluruh dunia.
Profesor Wignall menambahkan temuan yang dipublikasikan pada Ilmu Pengetahuan: "Kepunahan tiba-tiba dari kehidupan laut dengan jelas dapat kita lihat dalam catatan yang mengaitkan letusan gunung berapi dahsyat dengan bencana lingkungan global, sebuah korelasi yang seringkali kontroversial." (Telegraph/sua)
Sumber :
http://erabaru.net/top-news/40-news5/10251-letusan-dahsyat-gunung-berapi-nyaris-akibatkan-bumi-kiamat-
4 Februari 2010
Cara Survive dari Ancaman Gunung Berapi
Jakarta, Tidak ada makhluk hidup yang bisa bertahan dari letusan gunung berapi. Panas lava, abu panas dan udara yang mengandung belerang akan mengejar semua makhluk hidup yang berada di jalur terdekatnya. Ketahui cara bertahan hidup di tengah ancaman gunung berapi.
Seperti dilansir dari Geology.com, Rabu (27/10/2010), dalam sebuah letusan gunung berapi, pelepasan material seperti gas dan abu vulkanik panas ke atmosfer bisa mencapai ketinggian lebih dari 22 km dalam waktu kurang dari 10 menit.
Abu vulkanik terdiri dari partikel yang bentuknya tidak teratur, tajam dan bergerigi. Dengan kombinasi dan bentuk yang tidak teratur itu membuat abu vulkanik bersifat sangat menghancurkan.
Setelah abu vulkanik dilepaskan ke udara, angin akan sangat berperan dalam perjalanannya. Gerakan dari letusan gunung ditambahkan dengan turbulensi udara akan membuat abu vulkanik dapat berpindah dengan kecepataan hingga 100 kilometer per jam. Angin juga akan mendistribusikan abu vulkanik ke area yang sangat luas.
Abu vulkanik yang diletuskan dari gunung berapi yang dikenal warga dengan sebutan wedus gembel bisa memiliki temperatur yang sangat panas hingga mencapai suhu 800 derajat celsius (1472 derajat fahrenheit).
Faktor-faktor di atas itulah yang membuat tidak ada makhluk hidup yang bisa selamat dari kejaran wedus gembel. Satu-satunya cara untuk menyelamatkan diri adalah menjauhkan diri dari lokasi letusan. Maka itu diperlukan pemantauan yang terus menerus terhadap gunung berapi.
Seperti dilansir ehow ancaman kematian dan kehancuran bisa diminimalkan dengan cara yang sederhana tanpa harus membuat peralatan super karena hingga saat ini tidak ada peralatan yang mampu melawan letusan gunung berapi.
Yang dibutuhkan adalah sedikit perencanaan dan akal sehat. Dengan begitu orang tetap bisa survive meski hidup berdampingan dengan gunung berapi:
1. Cari tahu apakah Anda tinggal di daerah gunung berapi aktif yang bisa menimbulkan ancaman bagi Anda atau keluarga Anda.
2. Hapalkan dan ketahui rute evakuasi untuk daerah Anda.
Dalam keadaan stres orang bisa saja lupa akan rute ini, akan lebih bijaksana jika bisa menyimpan salinan peta atau membuat rute evakuasi yang ditandai jelas.
3. Segera lakukan evakuasi jika sudah diminta untuk meninggalkan lokasi.
Gunung berapi akan memberikan peringatan-peringatan awal sebelum letusan terjadi. Peringatan-peringatan seperti gempa kecil, batuk-batuk jangan diabaikan.
4. Dalam kondisi darurat siapkan selalu air minum, makanan, baju ganti dan peralatan untuk pertolongan pertama.
5. Jangan kembali memasuki zona evakuasi sampai pihak otoritas menyatakan daerah tersebut aman.
Meskipun letusan gunung berapi telah berhenti memuntahkan abu dan lava tapi kemungkinan masih banyak risiko seperti udara dan air yang mengandung belerang.
6. Lebih baik tinggal di tempat perlindungan dan jangan meninggalkan lokasi penampungan sampai dinyatakan aman.
7. Jika memungkinkan pelajari tentang aliran lava, lahar, banjir, gas-gas yang dikeluarkan oleh gunung berapi yang bisa untuk mengetahui posisi lebih aman untuk berlindung.
8. Pastikan untuk memakai masker atau kacamata jika pergi ke luar bangunan karena dampak yang paling utama dari abu vulkanik yang dirasakan manusia adalah masalah pernapasan, seperti iritasi hidung dan tenggorokan, batuk, bronkitis, sesak napas (emfisema) hingga bahkan menyebabkan kematian karena saluran napas menyempit.
9. Jika tidak ditemukan masker, warga bisa menggunakan sapu tangan, kain atau baju untuk melindungi diri dari abu atau gas.
10. Bagi keluarga yang memiliki anak-anak sebaiknya sediakan masker khusus untuk anak-anak, serta tidak membiarkan anak bermain di luar untuk meminimalkan paparan.
Abu vulkanik mengandung silika yang dapat menyebabkan penyakit yang disebut silikosis, yaitu penyakit saluran pernafasan akibat menghirup debu silika, yang menyebabkan peradangan dan pembentukan jaringan parut pada paru-paru.
Abu vulkanik yang kering dapat menempel ke mata manusia yang lembab dapat menyebabkan iritasi mata. Masalah akan semakin parah pada orang yang mengenakan lensa kontak.
Risiko lain adalah mengalami gatal-gatal, kulit memerah dan iritasi akibat debu yang ada di udara dan menempel di kulit. Kondisi ini bisa juga diakibatkan oleh kualitas air yang sudah tercemar abu vulkanik.
(ir/ir)
Sumber :
Merry Wahyuningsih - detikHealth
http://www.detikhealth.com/read/2010/10/27/121420/1476432/763/cara-survive-dari-ancaman-gunung-berapi
27 Oktober 2010
Seperti dilansir dari Geology.com, Rabu (27/10/2010), dalam sebuah letusan gunung berapi, pelepasan material seperti gas dan abu vulkanik panas ke atmosfer bisa mencapai ketinggian lebih dari 22 km dalam waktu kurang dari 10 menit.
Abu vulkanik terdiri dari partikel yang bentuknya tidak teratur, tajam dan bergerigi. Dengan kombinasi dan bentuk yang tidak teratur itu membuat abu vulkanik bersifat sangat menghancurkan.
Setelah abu vulkanik dilepaskan ke udara, angin akan sangat berperan dalam perjalanannya. Gerakan dari letusan gunung ditambahkan dengan turbulensi udara akan membuat abu vulkanik dapat berpindah dengan kecepataan hingga 100 kilometer per jam. Angin juga akan mendistribusikan abu vulkanik ke area yang sangat luas.
Abu vulkanik yang diletuskan dari gunung berapi yang dikenal warga dengan sebutan wedus gembel bisa memiliki temperatur yang sangat panas hingga mencapai suhu 800 derajat celsius (1472 derajat fahrenheit).
Faktor-faktor di atas itulah yang membuat tidak ada makhluk hidup yang bisa selamat dari kejaran wedus gembel. Satu-satunya cara untuk menyelamatkan diri adalah menjauhkan diri dari lokasi letusan. Maka itu diperlukan pemantauan yang terus menerus terhadap gunung berapi.
Seperti dilansir ehow ancaman kematian dan kehancuran bisa diminimalkan dengan cara yang sederhana tanpa harus membuat peralatan super karena hingga saat ini tidak ada peralatan yang mampu melawan letusan gunung berapi.
Yang dibutuhkan adalah sedikit perencanaan dan akal sehat. Dengan begitu orang tetap bisa survive meski hidup berdampingan dengan gunung berapi:
1. Cari tahu apakah Anda tinggal di daerah gunung berapi aktif yang bisa menimbulkan ancaman bagi Anda atau keluarga Anda.
2. Hapalkan dan ketahui rute evakuasi untuk daerah Anda.
Dalam keadaan stres orang bisa saja lupa akan rute ini, akan lebih bijaksana jika bisa menyimpan salinan peta atau membuat rute evakuasi yang ditandai jelas.
3. Segera lakukan evakuasi jika sudah diminta untuk meninggalkan lokasi.
Gunung berapi akan memberikan peringatan-peringatan awal sebelum letusan terjadi. Peringatan-peringatan seperti gempa kecil, batuk-batuk jangan diabaikan.
4. Dalam kondisi darurat siapkan selalu air minum, makanan, baju ganti dan peralatan untuk pertolongan pertama.
5. Jangan kembali memasuki zona evakuasi sampai pihak otoritas menyatakan daerah tersebut aman.
Meskipun letusan gunung berapi telah berhenti memuntahkan abu dan lava tapi kemungkinan masih banyak risiko seperti udara dan air yang mengandung belerang.
6. Lebih baik tinggal di tempat perlindungan dan jangan meninggalkan lokasi penampungan sampai dinyatakan aman.
7. Jika memungkinkan pelajari tentang aliran lava, lahar, banjir, gas-gas yang dikeluarkan oleh gunung berapi yang bisa untuk mengetahui posisi lebih aman untuk berlindung.
8. Pastikan untuk memakai masker atau kacamata jika pergi ke luar bangunan karena dampak yang paling utama dari abu vulkanik yang dirasakan manusia adalah masalah pernapasan, seperti iritasi hidung dan tenggorokan, batuk, bronkitis, sesak napas (emfisema) hingga bahkan menyebabkan kematian karena saluran napas menyempit.
9. Jika tidak ditemukan masker, warga bisa menggunakan sapu tangan, kain atau baju untuk melindungi diri dari abu atau gas.
10. Bagi keluarga yang memiliki anak-anak sebaiknya sediakan masker khusus untuk anak-anak, serta tidak membiarkan anak bermain di luar untuk meminimalkan paparan.
Abu vulkanik mengandung silika yang dapat menyebabkan penyakit yang disebut silikosis, yaitu penyakit saluran pernafasan akibat menghirup debu silika, yang menyebabkan peradangan dan pembentukan jaringan parut pada paru-paru.
Abu vulkanik yang kering dapat menempel ke mata manusia yang lembab dapat menyebabkan iritasi mata. Masalah akan semakin parah pada orang yang mengenakan lensa kontak.
Risiko lain adalah mengalami gatal-gatal, kulit memerah dan iritasi akibat debu yang ada di udara dan menempel di kulit. Kondisi ini bisa juga diakibatkan oleh kualitas air yang sudah tercemar abu vulkanik.
(ir/ir)
Sumber :
Merry Wahyuningsih - detikHealth
http://www.detikhealth.com/read/2010/10/27/121420/1476432/763/cara-survive-dari-ancaman-gunung-berapi
27 Oktober 2010
10 Gunung Berapi Berbahaya di Dunia
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gunung berapi diibaratkan sebagai sebuah mata uang yang mempunyai dua sisi yang masing-masing berlawanan. Di satu sisi, gunung berapi bisa membuat tanah di sekitarnya sangat subur, tapi di sisi lain, gunung berapi bisa membuat bencana maha dahsyat.
Di dunia ini, masih banyak tersisa gunung berapi yang masih aktif yang bisa meletus kapan saja dan merenggut kembali ribuan nyawa manusia. Menurut Smashinglist, ada 10 gunung berapi aktif yang dianggap paling berbahaya di dunia.
1. Yellowstone Supervolcano, Amerika Serikat
Masih ingat dengan film 2012 yang menceritakan tentang kejadian alam hebat yang memusnahkan hampir seluruh populasi di bumi ini. Salah satu kejadian alam hebat tersebut adalah meletusnya Yellowstone Supervolcano.
Usut punya usut, ternyata Yellowstone Supervolcano memang gunung berapi paling berbahaya di dunia. Ledakan Yellowstone Supervolcano bisa menyemburkan batuan dan komposisi gunung lainya hingga 1.000 kilometer kubik.
Lava dan abu vulkanik letusan gunung ini cukup untuk mengancam kepunahan spesies dan bahkan dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya bencana massal, karena sekali gunung ini meletus, maka akan menyebabkan semua gunung berapi lainnya mengalami kegiatan getaran tektonis besar-besaran dan bisa memicu letusan-letusan lainya.
2. Gunung Vesuvius, Italia
Gunung Vesuvius adalah sebuah stratovolcano di teluk Napoli, Italia, sekitar 9 kilometer sebelah timur Napoli. Gunung Vesuvius adalah satu-satunya gunung berapi di daratan Eropa telah meletus dalam seratus tahun terakhir.
Gunung Vesuvius terkenal karena letusan di tahun 79 yang menyebabkan penghancuran kota-kota Romawi Pompeii dan Herculaneum. Gunung ini bisa saja meletus kapan saja, dan parahnya ada sekitar 3 juta orang yang tinggal di sekitar gunug vesuvius.
Letusan gunung ini bisa menimbulkan semburan lava yang sangat tinggi, bahkan pada 22 Maret 1994, tinggi semburan lava mencapai 1000 meter.
3. Popocatepetl, Meksiko
Popocatepetl adalah gunung berapi yang aktif yang terletak pada ketinggian 5.426 meter dari permukaan laut. tercatat sudah ada 20 letusan sejak 1519. Letusan gunung ini sangat dahsyat, karena bisa mengeluarkan abu vulkanik dalam radius yang cukup jauh.
Bahkan sejak Desember 1994 terjadi aktivitas membahayakan pada gunung ini secara terus-menerus, hingga akhirnya sebuah letusan hebat terjadi pada tahun 2000 yang merupakan letusan terbesar sepanjang sejarah gunung Popocatepetl yang pernah diabadikan.
4. Sakurajima, Jepang
Sakurajima adalah salah satu gunung berapi paling aktif di Jepang, Gunung ini terletak di Pulau Kyushu Jepang. Intensitas letusan gunung ini adalah salah satu yang paling tinggi di Jepang bahkan dunia. 7.300 letusan tercatat dalam 45 tahun terakhir ini.
Salah satu letusan terdahsyat terjadi pada tanggal 10 Maret 2009 dimana gunung ini melemparkan batuan dan komposisi gunung lainya hingga 2 kilometer jauhnya.
5. Galeras, Kolombia
Galeras telah menjadi gunung berapi aktif selama setidaknya satu juta tahun. Terletak di Kolombia selatan dekat perbatasan dengan Ekuador. Gunung ini merupakan gunung berapi yang paling aktif di Kolombia.
Gunung ini telah meletus hampir setiap tahun sejak tahun 2000. Hal ini berbahaya karena frekuensi letusan tak terduga. Letusan gunung ini bisa menyebabkan turunya lava panas hingga 3,5 km ke arah lereng gunung Galeras. Letusan terakhir terkadi pada tanggal 3 Januari 2010, dan memaksa pemerintah untuk mengevakuasi 8.000 orang.
6. Gunung Merapi, Indonesia
Gunung Merapi adalah gunung berapi berbentuk kerucut yang terletak di perbatasan antara Jawa Tengah dan Yogyakarta, Indonesia. Ini adalah gunung berapi yang paling aktif di Indonesia dan telah meletus secara berkala sejak 1548.
Gunung ini telah aktif sejak 10.000 tahun yang lalu. Sebagian besar letusan Merapi melibatkan runtuhnya kubah lava yang terus mengalir ka bawah. Dan kadang sering disertai dengan turunya asap panas (wedhus Gembel) yang kecepatannya bisa mencapai 120 km per jam.
7. Gunung Nyiragongo, Kongo
Salah satu gunung berapi yang paling aktif di Afrika, gunung ini selalu menampakkan aktivitas keaktifanya secara signifikan. Sejak 1882, ia telah meletus sedikitnya 34 kali.
Salah satu letusan terparah adalah pada tangga 17 September 2002, ketika itu lava mengalir menuruni lereng Nyiragongo hingga menutupi sekitar 40% dari kota Goma dan menyebabkan hampir 120.000 orang kehilangan tempat tinggal.
8. Ulawun, Papua New Guinea
Ulawun adalah salah satu gunung berapi yang paling aktif di Papua New Guinea dan salah satu yang paling berbahaya. Gunung ini terletak di busur Bismarck Papua new Guinea.
Gunung ini tercatat sudah beberapa kali meletus, salah satu letusan terkuat adalah pada tahun 1980, dimana Ulawun mengeluarkan abu hingga setinggi 60.000 kaki dan menghasilkan aliran piroklastik yang menyapu semua sisi-sisi gunung dan menghancurkanya.
9. Taal Volcano, Filipina
Taal Volcano adalah gunung berapi kompleks di pulau Luzon di Filipina. Gunung Ini terdiri dari sebuah pulau di Danau Taal, yang terletak dalam kaldera yang terbentuk oleh letusan sebelumnya yang sangat kuat (prosesnya hampir sama dengan Danau Toba).
Taal Volcano terletak sekitar 50 km (31 Mil) dari ibukota, Manila. Gunung berapi ini telah meletus keras beberapa kali, tercatat salah satu yang paling kuat adalah letusan di tahun 1991 yang menewaskan lebih dari seribu jiwa.
10. Mauna Loa, Hawaii
Mauna Loa adalah gunung berapi terbesar di dunia (volume dan area), dengan volume lava mencapai sekitar 18.000 mil kubik. Mauna Loa adalah salah satu dari 5 gunung berapi yang membentuk Pulau Hawaii.
Walaupun Mauna Loa bukanlah gunung yang tertinggi, namun ledakanya adalah yang paling berbahaya, hal ini karena kandungan lava gunung ini mengandung banyak fluida yang bisa menyebabkan kebakaran parah. Gunung ini terakhir kali meletus pada tanggal 15 April 1984.(dari berbagai sumber)
Sumber :
http://www.tribunnews.com/2010/10/26/10-gunung-berapi-berbahaya-di-dunia
26 Oktober 2010
Di dunia ini, masih banyak tersisa gunung berapi yang masih aktif yang bisa meletus kapan saja dan merenggut kembali ribuan nyawa manusia. Menurut Smashinglist, ada 10 gunung berapi aktif yang dianggap paling berbahaya di dunia.
1. Yellowstone Supervolcano, Amerika Serikat
Masih ingat dengan film 2012 yang menceritakan tentang kejadian alam hebat yang memusnahkan hampir seluruh populasi di bumi ini. Salah satu kejadian alam hebat tersebut adalah meletusnya Yellowstone Supervolcano.
Usut punya usut, ternyata Yellowstone Supervolcano memang gunung berapi paling berbahaya di dunia. Ledakan Yellowstone Supervolcano bisa menyemburkan batuan dan komposisi gunung lainya hingga 1.000 kilometer kubik.
Lava dan abu vulkanik letusan gunung ini cukup untuk mengancam kepunahan spesies dan bahkan dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya bencana massal, karena sekali gunung ini meletus, maka akan menyebabkan semua gunung berapi lainnya mengalami kegiatan getaran tektonis besar-besaran dan bisa memicu letusan-letusan lainya.
2. Gunung Vesuvius, Italia
Gunung Vesuvius adalah sebuah stratovolcano di teluk Napoli, Italia, sekitar 9 kilometer sebelah timur Napoli. Gunung Vesuvius adalah satu-satunya gunung berapi di daratan Eropa telah meletus dalam seratus tahun terakhir.
Gunung Vesuvius terkenal karena letusan di tahun 79 yang menyebabkan penghancuran kota-kota Romawi Pompeii dan Herculaneum. Gunung ini bisa saja meletus kapan saja, dan parahnya ada sekitar 3 juta orang yang tinggal di sekitar gunug vesuvius.
Letusan gunung ini bisa menimbulkan semburan lava yang sangat tinggi, bahkan pada 22 Maret 1994, tinggi semburan lava mencapai 1000 meter.
3. Popocatepetl, Meksiko
Popocatepetl adalah gunung berapi yang aktif yang terletak pada ketinggian 5.426 meter dari permukaan laut. tercatat sudah ada 20 letusan sejak 1519. Letusan gunung ini sangat dahsyat, karena bisa mengeluarkan abu vulkanik dalam radius yang cukup jauh.
Bahkan sejak Desember 1994 terjadi aktivitas membahayakan pada gunung ini secara terus-menerus, hingga akhirnya sebuah letusan hebat terjadi pada tahun 2000 yang merupakan letusan terbesar sepanjang sejarah gunung Popocatepetl yang pernah diabadikan.
4. Sakurajima, Jepang
Sakurajima adalah salah satu gunung berapi paling aktif di Jepang, Gunung ini terletak di Pulau Kyushu Jepang. Intensitas letusan gunung ini adalah salah satu yang paling tinggi di Jepang bahkan dunia. 7.300 letusan tercatat dalam 45 tahun terakhir ini.
Salah satu letusan terdahsyat terjadi pada tanggal 10 Maret 2009 dimana gunung ini melemparkan batuan dan komposisi gunung lainya hingga 2 kilometer jauhnya.
5. Galeras, Kolombia
Galeras telah menjadi gunung berapi aktif selama setidaknya satu juta tahun. Terletak di Kolombia selatan dekat perbatasan dengan Ekuador. Gunung ini merupakan gunung berapi yang paling aktif di Kolombia.
Gunung ini telah meletus hampir setiap tahun sejak tahun 2000. Hal ini berbahaya karena frekuensi letusan tak terduga. Letusan gunung ini bisa menyebabkan turunya lava panas hingga 3,5 km ke arah lereng gunung Galeras. Letusan terakhir terkadi pada tanggal 3 Januari 2010, dan memaksa pemerintah untuk mengevakuasi 8.000 orang.
6. Gunung Merapi, Indonesia
Gunung Merapi adalah gunung berapi berbentuk kerucut yang terletak di perbatasan antara Jawa Tengah dan Yogyakarta, Indonesia. Ini adalah gunung berapi yang paling aktif di Indonesia dan telah meletus secara berkala sejak 1548.
Gunung ini telah aktif sejak 10.000 tahun yang lalu. Sebagian besar letusan Merapi melibatkan runtuhnya kubah lava yang terus mengalir ka bawah. Dan kadang sering disertai dengan turunya asap panas (wedhus Gembel) yang kecepatannya bisa mencapai 120 km per jam.
7. Gunung Nyiragongo, Kongo
Salah satu gunung berapi yang paling aktif di Afrika, gunung ini selalu menampakkan aktivitas keaktifanya secara signifikan. Sejak 1882, ia telah meletus sedikitnya 34 kali.
Salah satu letusan terparah adalah pada tangga 17 September 2002, ketika itu lava mengalir menuruni lereng Nyiragongo hingga menutupi sekitar 40% dari kota Goma dan menyebabkan hampir 120.000 orang kehilangan tempat tinggal.
8. Ulawun, Papua New Guinea
Ulawun adalah salah satu gunung berapi yang paling aktif di Papua New Guinea dan salah satu yang paling berbahaya. Gunung ini terletak di busur Bismarck Papua new Guinea.
Gunung ini tercatat sudah beberapa kali meletus, salah satu letusan terkuat adalah pada tahun 1980, dimana Ulawun mengeluarkan abu hingga setinggi 60.000 kaki dan menghasilkan aliran piroklastik yang menyapu semua sisi-sisi gunung dan menghancurkanya.
9. Taal Volcano, Filipina
Taal Volcano adalah gunung berapi kompleks di pulau Luzon di Filipina. Gunung Ini terdiri dari sebuah pulau di Danau Taal, yang terletak dalam kaldera yang terbentuk oleh letusan sebelumnya yang sangat kuat (prosesnya hampir sama dengan Danau Toba).
Taal Volcano terletak sekitar 50 km (31 Mil) dari ibukota, Manila. Gunung berapi ini telah meletus keras beberapa kali, tercatat salah satu yang paling kuat adalah letusan di tahun 1991 yang menewaskan lebih dari seribu jiwa.
10. Mauna Loa, Hawaii
Mauna Loa adalah gunung berapi terbesar di dunia (volume dan area), dengan volume lava mencapai sekitar 18.000 mil kubik. Mauna Loa adalah salah satu dari 5 gunung berapi yang membentuk Pulau Hawaii.
Walaupun Mauna Loa bukanlah gunung yang tertinggi, namun ledakanya adalah yang paling berbahaya, hal ini karena kandungan lava gunung ini mengandung banyak fluida yang bisa menyebabkan kebakaran parah. Gunung ini terakhir kali meletus pada tanggal 15 April 1984.(dari berbagai sumber)
Sumber :
http://www.tribunnews.com/2010/10/26/10-gunung-berapi-berbahaya-di-dunia
26 Oktober 2010
Menyikapi Letusan Gunung Berapi
MPBI News, Jakarta, 3/9/2010
Bagaimana menyikapi letusan gunung berapi? Pertanyaan dasar ini menjadi topik “Diskusi Letusan Gunung Sinabung” pada tanggal 3 September 2010 di Sekretariat Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia (MPBI), Jakarta. Acara diskusi itu dihadiri oleh lebih dari 13 orang dari lembaga-lembaga non-pemerintah penanggulangan bencana, baik nasional maupun internasional. Sebagai narasumber diskusi adalah Dr. Ir. Eko Teguh Paripurno, Kepala Pusat Studi Manajemen Bencana (PSMB) Universitas Pembangungan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta. Dan sebagai moderator diskusi dilakukan oleh Catur Sudira, MPBI.
Eko Teguh Paripurno memaparkan, “Letusan gunung berapi menimbulkan ancaman, seperti lava pijar, awan pijar, bom, pasir-abu, gas racun dan lahar. Ancaman yang berbeda akan membawa dampak yang berbeda serta akan membawa risiko yang berbeda pula. Selanjutnya risiko yang berbeda akan menimbulkan jawaban atau penanggulangan bencana yang akan berbeda. Misalkan saja ancaman awan pijar akan berbeda risikonya dengan ancaman pasir-abu. Ancaman awan pijar mengandung risiko kematian seketika dan upaya penanggulangannya adalah dengan evakuasi sejauh mungkin dari radius penyebaran awan pijar itu. Tapi ancaman pasir-abu membawa risiko Infeksi Saluran Pernafasan Aktif (ISPA) dan upaya penanggulangannya adalah dengan menggunakan masker.”
Lebih lanjut Eko Teguh menjelaskan bahwa dengan adanya ancaman dari letusan gunung berapi tersebut tidak dapat dilakukan secara sama rata (generalisasi). Misalkan saja dalam kasus letusan Gunung Sinabung tidak dengan serta merta semua penduduk yang tinggal sejauh 6 KM dari pusat letusan diungsikan. Hal itu mesti dilakukan dengan melihat apa ancaman yang lebih spesifik dari letusan G. Sinabung, baru setelah jelas tipe ancaman dan risikonya maka upaya penanggulangan bencananya dapat lebih mudah untuk dilakukan. Pengungsian penduduk adalah salah satu jawaban dari banyak alternatif penanggulangan bencana letusan gunung berapi.
“Yang tidak kalah penting adalah memperhatikan aspek aset penghidupan, misalkan ternak, tanaman (di kebun, sawah, ladang), sumur, mata air, dll, “kata Eko Teguh. Selama ini respon tanggap darurat lebih difokuskan kepada penyelamatan manusia, sedangkan aset penghidupan seringkali malah terabaikan, di luar manusia belum diurus. Jadi ketika para penduduk berada di pengungsian, mereka malah merasa tidak tenteram karena terus memikirkan rumah, tanaman dan ternaknya. Tidak heran bila di pengungsian hanya ramai pada malam hari, tapi pada pagi dan siang hari tempat pengungsian jadi sepi karena orang-orang kembali ke rumahnya masing-masing untuk mengurus rumah, ternak dan tanaman mereka.
Kembali kepada pertanyaan: “Bagaimana menyikapi letusan gunung berapi?” Salah satu jawaban dari pertanyaan itu adalah dilakukannya manajemen bencana dalam perpektif Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK). Prinsip-prinsip PRBBK itu antara lain:
Melakukan upaya pengurangan risiko bencana bersama komunitas di kawasan rawan bencana, agar selanjutnya komunitas mampu mengelola risiko bencana secara mandiri.
Menghindari munculnya kerentanan baru dan ketergantungan komunitas di kawasan rawan bencana pada pihak luar / lain.
Penanggulangan risiko bencana merupakan bagian tak terpisahkan dari proses pembangunan dan pengelolaan sumberdaya alam untuk pemberlanjutan kehidupan komunitas di kawasan rawan bencana.
Pendekatan multisektor, multi disiplin, dan multibudaya.
Dalam konteks PRBBK ini maka yang kita lakukan antara lain:
Respon darurat: Melindungi aset penghidupan rakyat: manusia, alam-lingkungan, sosial, ekonomi, fisik, politik
Pemulihan: Memperbaiki dan meningkatkan fungsi dan nilai aset penghidupan rakyat: manusia, alam-lingkungan, sosial, ekonomi, fisik, politik
Perencanaan partisipatif:
a. Pemetaan risiko partisipatif, pemetaan sumberdaya;
b. Perencanaan pembangunan
Kesiapsiagaan: Membangun sistem informasi berorientasi rakyat, membangun sistem peringatan dini (SPD) tepatguna berbasis masyarakat, pelatihan dan gladian/simulasi perlindungan dan penyelamatan aset. --- (dp) ---
Sumber :
http://www.mpbi.org/content/menyikapi-letusan-gunung-berapi
6 September 2010
Bagaimana menyikapi letusan gunung berapi? Pertanyaan dasar ini menjadi topik “Diskusi Letusan Gunung Sinabung” pada tanggal 3 September 2010 di Sekretariat Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia (MPBI), Jakarta. Acara diskusi itu dihadiri oleh lebih dari 13 orang dari lembaga-lembaga non-pemerintah penanggulangan bencana, baik nasional maupun internasional. Sebagai narasumber diskusi adalah Dr. Ir. Eko Teguh Paripurno, Kepala Pusat Studi Manajemen Bencana (PSMB) Universitas Pembangungan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta. Dan sebagai moderator diskusi dilakukan oleh Catur Sudira, MPBI.
Eko Teguh Paripurno memaparkan, “Letusan gunung berapi menimbulkan ancaman, seperti lava pijar, awan pijar, bom, pasir-abu, gas racun dan lahar. Ancaman yang berbeda akan membawa dampak yang berbeda serta akan membawa risiko yang berbeda pula. Selanjutnya risiko yang berbeda akan menimbulkan jawaban atau penanggulangan bencana yang akan berbeda. Misalkan saja ancaman awan pijar akan berbeda risikonya dengan ancaman pasir-abu. Ancaman awan pijar mengandung risiko kematian seketika dan upaya penanggulangannya adalah dengan evakuasi sejauh mungkin dari radius penyebaran awan pijar itu. Tapi ancaman pasir-abu membawa risiko Infeksi Saluran Pernafasan Aktif (ISPA) dan upaya penanggulangannya adalah dengan menggunakan masker.”
Lebih lanjut Eko Teguh menjelaskan bahwa dengan adanya ancaman dari letusan gunung berapi tersebut tidak dapat dilakukan secara sama rata (generalisasi). Misalkan saja dalam kasus letusan Gunung Sinabung tidak dengan serta merta semua penduduk yang tinggal sejauh 6 KM dari pusat letusan diungsikan. Hal itu mesti dilakukan dengan melihat apa ancaman yang lebih spesifik dari letusan G. Sinabung, baru setelah jelas tipe ancaman dan risikonya maka upaya penanggulangan bencananya dapat lebih mudah untuk dilakukan. Pengungsian penduduk adalah salah satu jawaban dari banyak alternatif penanggulangan bencana letusan gunung berapi.
“Yang tidak kalah penting adalah memperhatikan aspek aset penghidupan, misalkan ternak, tanaman (di kebun, sawah, ladang), sumur, mata air, dll, “kata Eko Teguh. Selama ini respon tanggap darurat lebih difokuskan kepada penyelamatan manusia, sedangkan aset penghidupan seringkali malah terabaikan, di luar manusia belum diurus. Jadi ketika para penduduk berada di pengungsian, mereka malah merasa tidak tenteram karena terus memikirkan rumah, tanaman dan ternaknya. Tidak heran bila di pengungsian hanya ramai pada malam hari, tapi pada pagi dan siang hari tempat pengungsian jadi sepi karena orang-orang kembali ke rumahnya masing-masing untuk mengurus rumah, ternak dan tanaman mereka.
Kembali kepada pertanyaan: “Bagaimana menyikapi letusan gunung berapi?” Salah satu jawaban dari pertanyaan itu adalah dilakukannya manajemen bencana dalam perpektif Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK). Prinsip-prinsip PRBBK itu antara lain:
Melakukan upaya pengurangan risiko bencana bersama komunitas di kawasan rawan bencana, agar selanjutnya komunitas mampu mengelola risiko bencana secara mandiri.
Menghindari munculnya kerentanan baru dan ketergantungan komunitas di kawasan rawan bencana pada pihak luar / lain.
Penanggulangan risiko bencana merupakan bagian tak terpisahkan dari proses pembangunan dan pengelolaan sumberdaya alam untuk pemberlanjutan kehidupan komunitas di kawasan rawan bencana.
Pendekatan multisektor, multi disiplin, dan multibudaya.
Dalam konteks PRBBK ini maka yang kita lakukan antara lain:
Respon darurat: Melindungi aset penghidupan rakyat: manusia, alam-lingkungan, sosial, ekonomi, fisik, politik
Pemulihan: Memperbaiki dan meningkatkan fungsi dan nilai aset penghidupan rakyat: manusia, alam-lingkungan, sosial, ekonomi, fisik, politik
Perencanaan partisipatif:
a. Pemetaan risiko partisipatif, pemetaan sumberdaya;
b. Perencanaan pembangunan
Kesiapsiagaan: Membangun sistem informasi berorientasi rakyat, membangun sistem peringatan dini (SPD) tepatguna berbasis masyarakat, pelatihan dan gladian/simulasi perlindungan dan penyelamatan aset. --- (dp) ---
Sumber :
http://www.mpbi.org/content/menyikapi-letusan-gunung-berapi
6 September 2010
Delapan Gunung Berapi di Indonesia yang Menghebohkan Dunia
DELAPAN gunung berapi di Indonesia ini terkenal di dunia karena letusannya. Setap kali meletus, selalu menelan korban nyawa manusia.
Kedelapan gunung berapi di indonesia itu adalah sebagai berikut:
1.. Gunung Kelud
Sejak abad ke-15, Gunung Kelut telah memakan korban lebih dari 15.000 jiwa. Letusan gunung ini pada tahun 1586 merenggut korban lebih dari 10.000 jiwa. Sebuah sistem untuk mengalihkan aliran lahar telah dibuat secara ekstensif pada tahun 1926 dan masih berfungsi hingga kini setelah letusan pada tahun 1919 memakan korban hingga ribuan jiwa akibat banjir lahar dingin menyapu pemukiman penduduk.
Pada abad ke-20, Gunung Kelut tercatat meletus pada tahun 1901, 1919 (1 Mei), 1951, 1966, dan 1990. Tahun 2007 gunung ini kembali meningkat aktivitasnya. Pola ini membawa para ahli gunung api pada siklus 15 tahunan bagi letusan gunung ini.
2. Gunung Merapi
Gunung Merapi adalah yang termuda dalam kumpulan gunung berapi di bagian selatan Pulau Jawa. Gunung ini terletak di zona subduksi, dimana Lempeng Indo-Australia terus bergerak ke bawah Lempeng Eurasia. Letusan di daerah tersebut berlangsung sejak 400.000 tahun lalu, dan sampai 10.000 tahun lalu jenis letusannya adalah efusif. Setelah itu, letusannya menjadi eksplosif, dengan lava kental yang menimbulkan kubah-kubah lava.
Letusan-letusan kecil terjadi tiap 2-3 tahun, dan yang lebih besar sekitar 10-15 tahun sekali. Letusan-letusan Merapi yang dampaknya besar antara lain di tahun 1006, 1786, 1822, 1872, dan 1930. Letusan besar pada tahun 1006 membuat seluruh bagian tengah Pulau Jawa diselubungi abu.
Diperkirakan, letusan tersebut menyebabkan kerajaan Mataram Kuno harus berpindah ke Jawa Timur. Letusannya di tahun 1930 menghancurkan 13 desa dan menewaskan 1400 orang.
3. Gunung Galunggung
Gunung Galunggung tercatat pernah meletus pada tahun 1882 (VEI=5). Tanda-tanda awal letusan diketahui pada bulan Juli 1822, di mana air Cikunir menjadi keruh dan berlumpur. Hasil pemeriksaan kawah menunjukkan bahwa air keruh tersebut panas dan kadang muncul kolom asap dari dalam kawah.
Kemudian pada tanggal 8 Oktober s.d. 12 Oktober, letusan menghasilkan hujan pasir kemerahan yang sangat panas, abu halus, awan panas, serta lahar. Aliran lahar bergerak ke arah tenggara mengikuti aliran-aliran sungai. Letusan ini menewaskan 4.011 jiwa dan menghancurkan 114 desa, dengan kerusakan lahan ke arah timur dan selatan sejauh 40 km dari puncak gunung.
4. Gunung Agung
Gunung Agung terakhir meletus pada 1963-64 dan masih aktif, dengan sebuah kawah besar dan sangat dalam yang kadang-kadang mengeluarkan asap dan abu. Dari kejauhan, gunung ini tampak kerucut, meskipun didalamnya terdapat kawah besar.
Dari puncak gunung, adalah mungkin untuk melihat puncak Gunung Rinjani di pulau Lombok, meskipun kedua gunung sering tertutup awan. Pada tanggal 18 Februari 1963, penduduk setempat mendengar ledakan keras dan melihat awan naik dari kawah Gunung Agung.
Pada tanggal 24 Februari lava mulai mengalir menuruni lereng utara gunung, akhirnya perjalanan 7 km dalam 20 hari mendatang. Pada tanggal 17 Maret, gunung berapi meletus, mengirimkan puing-puing 8-10 km ke udara dan menghasilkan aliran piroklastik yang besar.
Arus ini banyak menghancurkan desa-desa, menewaskan sekitar 1500 orang. Sebuah letusan kedua pada 16 Mei menyebabkan aliran awan panas yang menewaskan 200 penduduk lain.
5. Krakatau
Krakatau adalah kepulauan vulkanik yang masih aktif dan berada di Selat Sunda antara pulau Jawa dan Sumatra. Nama ini pernah disematkan pada satu puncak gunung berapi di sana (Gunung Krakatau) yang sirna karena letusannya sendiri pada tanggal 26-27 Agustus 1883.
Letusan itu sangat dahsyat; awan panas dan tsunami yang diakibatkannya menewaskan sekitar 36.000 jiwa. Sampai sebelum tanggal 26 Desember 2004, tsunami ini adalah yang terdahsyat di kawasan Samudera Hindia. Suara letusan itu terdengar sampai di Alice Springs, Australia dan Pulau Rodrigues dekat Afrika, 4.653 kilometer. Daya ledaknya diperkirakan mencapai 30.000 kali bom atom yang diledakkan di Hiroshima dan Nagasaki di akhir Perang Dunia II.
Letusan Krakatau menyebabkan perubahan iklim global. Dunia sempat gelap selama dua setengah hari akibat debu vulkanis yang menutupi atmosfer. Matahari bersinar redup sampai setahun berikutnya. Hamburan debu tampak di langit Norwegia hingga New York.
Ledakan Krakatau ini sebenarnya masih kalah dibandingkan dengan letusan Gunung Toba dan Gunung Tambora di Indonesia, Gunung Tanpo di Selandia Baru dan Gunung Katmal di Alaska. Namun gunung-gunung tersebut meletus jauh di masa populasi manusia masih sangat sedikit.
Sementara ketika Gunung Krakatau meletus, populasi manusia sudah cukup padat, sains dan teknologi telah berkembang, telegraf sudah ditemukan, dan kabel bawah laut sudah dipasang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa saat itu teknologi informasi sedang tumbuh dan berkembang pesat.
Tercatat bahwa letusan Gunung Krakatau adalah bencana besar pertama di dunia setelah penemuan telegraf bawah laut. Kemajuan tersebut, sayangnya belum diimbangi dengan kemajuan di bidang geologi. Para ahli geologi saat itu bahkan belum mampu memberikan penjelasan mengenai letusan tersebut.
6. Maninjau
Kaldera Maninjau dibentuk oleh letusan gunung berapi diperkirakan terjadi sekitar 52.000 tahun yang lalu. Simpanan dari letusan telah ditemukan dalam distribusi radial sekitar Maninjau membentang hingga 50 km di sebelah timur, 75 km di tenggara, dan barat ke pantai ini. Deposito diperkirakan akan didistribusikan lebih dari 8.500 km ² dan memiliki volume 220-250 km ³. kaldera ini memiliki panjang 20 km dan lebar 8 km.
7. Gunung Tambora
Aktivitas vulkanik gunung berapi ini mencapai puncaknya pada bulan April tahun 1815 ketika meletus dalam skala tujuh pada Volcanic Explosivity Index. Letusan tersebut menjadi letusan tebesar sejak letusan danau Taupo pada tahun 181.
Letusan gunung ini terdengar hingga pulau Sumatra (lebih dari 2.000 km). Abu vulkanik jatuh di Kalimantan, Sulawesi, Jawa dan Maluku. Letusan gunung ini menyebabkan kematian hingga tidak kurang dari 71.000 orang dengan 11.000—12.000 di antaranya terbunuh secara langsung akibat dari letusan tersebut.
Bahkan beberapa peneliti memperkirakan sampai 92.000 orang terbunuh, tetapi angka ini diragukan karena berdasarkan atas perkiraan yang terlalu tinggi. Lebih dari itu, letusan gunung ini menyebabkan perubahan iklim dunia.
Satu tahun berikutnya (1816) sering disebut sebagai Tahun tanpa musim panas karena perubahan drastis dari cuaca Amerika Utara dan Eropa karena debu yang dihasilkan dari letusan Tambora ini. Akibat perubahan iklim yang drastis ini banyak panen yang gagal dan kematian ternak di Belahan Utara yang menyebabkan terjadinya kelaparan terburuk pada abad ke-19.
Selama penggalian arkeologi tahun 2004, tim arkeolog menemukan sisa kebudayaan yang terkubur oleh letusan tahun 1815 di kedalaman 3 meter pada endapan piroklastik. Artifak-artifak tersebut ditemukan pada posisi yang sama ketika terjadi letusan di tahun 1815. Karena ciri-ciri yang serupa inilah, temuan tersebut sering disebut sebagai Pompeii dari timur.
8. Toba Supervolcano
Merupakan letusan gunung berapi yang paling dahsyat yang pernah diketahui di planet Bumi ini. Dan hampir memusnahkan generasi umat manusia di planet Bumi.
73.000 tahun yang lalu letusan dari supervolcano di Indonesia hampir memusnahkan seluruh umat manusia. Hanya sedikit yang selamat. Dan setelah Tsunami Gunung Berapi Di Indonesia menjadi Aktif sekali lagi dan mengancam umat manusia.
Letusan ini tidak bisa dibandingkan dengan apapun yang telah dialami di bumi sejak masa dimana manusia bisa berjalan tegak. Dibandingkan dengan SuperVolcano Toba, bahkan krakatau yang menyebabkan sepuluh ribu korban jiwa pada 1883 hanyalah sebuah sendawa kecil.
Padahal krakatau memiliki daya ledak setara dengan 150 megaton TNT. Sebagai perbandingan: ledakan Bom Nuklir hiroshima hanya memiliki daya ledak 0,015 megaton, dan secara lisan maka daya musnahnya 10.000 kali lebih lemah dibanding krakatau.
Seperti yang telah diketahui oleh para ilmuwan, toba hampir memusnahkan umat manusia 73.00 tahun yang lalu. Saat itu manusia neanderthal menghuni bumi kita bersamaan dengan homo sapiens di eropa, serta homo erectus dan homo floresiensis di asia. Saat itu sangat dingin di eropa, Zaman es terakhir ini berjalan lancar dimana kijang, kuda liar dan rusa raksasa diburu.
Selain makanan herbivora, mammoth dan badak berbulu juga seringkali menjadi menu makanan manusia saat Toba, dengan diameter 90 kilometer di pulau yang sekarang dikenal dengan nama Sumatera.Meledak dalam arti yang sebenarnya.
Bersamaan dengan gelombang besar tsunami, ada 2.800 kilometer kubik abu yang dikeluarkan, yang menyebar ke seluruh atmosfir bumi kita. Yang mungkin telah mengurangi jumlah populasi manusia menjadi hanya sekitar 5000 sampai 10000 manusia saja.
Sebenarnya manusia jaman sekarang berasal dari beberapa ribu manusia yang selamat dari letusan super volcano Toba 73.000 tahun yang lalu. Oleh karena itu Gunung berapi di Indonesia bertanggung jawab atas hampir musnahnya umat manusia.
Dan Dari 60 hingga 70 gunung berapi yang dapat ditemuai di area tersebut(Indonesia) sekarang. Beberapa diantaranya menjadi aktif kembali dalam beberapa bulan maupun beberapa minggu setelah gempa di dasarlaut pada bulan desember 2004.
Walaupun Toba sampai saat ini masih tertidur jauh dan aman dibawah sebuah laut besar yang menyandang nama sama di Sumatera Utara. banyak orang yang takut apabila suatu saat Gunung Berapi aktif di Talang yang berada 300 kilometer di selatan Toba meletus, bisa membangunkan Raksasa yang tertidur.
Sumber: berbagai sumber
Sumber :
http://www.tribunnews.com/2010/10/27/delapan-gunug-berapi-di-indonesia-yang-menghebohkan-dunia
27 Oktober 2010
Kedelapan gunung berapi di indonesia itu adalah sebagai berikut:
1.. Gunung Kelud
Sejak abad ke-15, Gunung Kelut telah memakan korban lebih dari 15.000 jiwa. Letusan gunung ini pada tahun 1586 merenggut korban lebih dari 10.000 jiwa. Sebuah sistem untuk mengalihkan aliran lahar telah dibuat secara ekstensif pada tahun 1926 dan masih berfungsi hingga kini setelah letusan pada tahun 1919 memakan korban hingga ribuan jiwa akibat banjir lahar dingin menyapu pemukiman penduduk.
Pada abad ke-20, Gunung Kelut tercatat meletus pada tahun 1901, 1919 (1 Mei), 1951, 1966, dan 1990. Tahun 2007 gunung ini kembali meningkat aktivitasnya. Pola ini membawa para ahli gunung api pada siklus 15 tahunan bagi letusan gunung ini.
2. Gunung Merapi
Gunung Merapi adalah yang termuda dalam kumpulan gunung berapi di bagian selatan Pulau Jawa. Gunung ini terletak di zona subduksi, dimana Lempeng Indo-Australia terus bergerak ke bawah Lempeng Eurasia. Letusan di daerah tersebut berlangsung sejak 400.000 tahun lalu, dan sampai 10.000 tahun lalu jenis letusannya adalah efusif. Setelah itu, letusannya menjadi eksplosif, dengan lava kental yang menimbulkan kubah-kubah lava.
Letusan-letusan kecil terjadi tiap 2-3 tahun, dan yang lebih besar sekitar 10-15 tahun sekali. Letusan-letusan Merapi yang dampaknya besar antara lain di tahun 1006, 1786, 1822, 1872, dan 1930. Letusan besar pada tahun 1006 membuat seluruh bagian tengah Pulau Jawa diselubungi abu.
Diperkirakan, letusan tersebut menyebabkan kerajaan Mataram Kuno harus berpindah ke Jawa Timur. Letusannya di tahun 1930 menghancurkan 13 desa dan menewaskan 1400 orang.
3. Gunung Galunggung
Gunung Galunggung tercatat pernah meletus pada tahun 1882 (VEI=5). Tanda-tanda awal letusan diketahui pada bulan Juli 1822, di mana air Cikunir menjadi keruh dan berlumpur. Hasil pemeriksaan kawah menunjukkan bahwa air keruh tersebut panas dan kadang muncul kolom asap dari dalam kawah.
Kemudian pada tanggal 8 Oktober s.d. 12 Oktober, letusan menghasilkan hujan pasir kemerahan yang sangat panas, abu halus, awan panas, serta lahar. Aliran lahar bergerak ke arah tenggara mengikuti aliran-aliran sungai. Letusan ini menewaskan 4.011 jiwa dan menghancurkan 114 desa, dengan kerusakan lahan ke arah timur dan selatan sejauh 40 km dari puncak gunung.
4. Gunung Agung
Gunung Agung terakhir meletus pada 1963-64 dan masih aktif, dengan sebuah kawah besar dan sangat dalam yang kadang-kadang mengeluarkan asap dan abu. Dari kejauhan, gunung ini tampak kerucut, meskipun didalamnya terdapat kawah besar.
Dari puncak gunung, adalah mungkin untuk melihat puncak Gunung Rinjani di pulau Lombok, meskipun kedua gunung sering tertutup awan. Pada tanggal 18 Februari 1963, penduduk setempat mendengar ledakan keras dan melihat awan naik dari kawah Gunung Agung.
Pada tanggal 24 Februari lava mulai mengalir menuruni lereng utara gunung, akhirnya perjalanan 7 km dalam 20 hari mendatang. Pada tanggal 17 Maret, gunung berapi meletus, mengirimkan puing-puing 8-10 km ke udara dan menghasilkan aliran piroklastik yang besar.
Arus ini banyak menghancurkan desa-desa, menewaskan sekitar 1500 orang. Sebuah letusan kedua pada 16 Mei menyebabkan aliran awan panas yang menewaskan 200 penduduk lain.
5. Krakatau
Krakatau adalah kepulauan vulkanik yang masih aktif dan berada di Selat Sunda antara pulau Jawa dan Sumatra. Nama ini pernah disematkan pada satu puncak gunung berapi di sana (Gunung Krakatau) yang sirna karena letusannya sendiri pada tanggal 26-27 Agustus 1883.
Letusan itu sangat dahsyat; awan panas dan tsunami yang diakibatkannya menewaskan sekitar 36.000 jiwa. Sampai sebelum tanggal 26 Desember 2004, tsunami ini adalah yang terdahsyat di kawasan Samudera Hindia. Suara letusan itu terdengar sampai di Alice Springs, Australia dan Pulau Rodrigues dekat Afrika, 4.653 kilometer. Daya ledaknya diperkirakan mencapai 30.000 kali bom atom yang diledakkan di Hiroshima dan Nagasaki di akhir Perang Dunia II.
Letusan Krakatau menyebabkan perubahan iklim global. Dunia sempat gelap selama dua setengah hari akibat debu vulkanis yang menutupi atmosfer. Matahari bersinar redup sampai setahun berikutnya. Hamburan debu tampak di langit Norwegia hingga New York.
Ledakan Krakatau ini sebenarnya masih kalah dibandingkan dengan letusan Gunung Toba dan Gunung Tambora di Indonesia, Gunung Tanpo di Selandia Baru dan Gunung Katmal di Alaska. Namun gunung-gunung tersebut meletus jauh di masa populasi manusia masih sangat sedikit.
Sementara ketika Gunung Krakatau meletus, populasi manusia sudah cukup padat, sains dan teknologi telah berkembang, telegraf sudah ditemukan, dan kabel bawah laut sudah dipasang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa saat itu teknologi informasi sedang tumbuh dan berkembang pesat.
Tercatat bahwa letusan Gunung Krakatau adalah bencana besar pertama di dunia setelah penemuan telegraf bawah laut. Kemajuan tersebut, sayangnya belum diimbangi dengan kemajuan di bidang geologi. Para ahli geologi saat itu bahkan belum mampu memberikan penjelasan mengenai letusan tersebut.
6. Maninjau
Kaldera Maninjau dibentuk oleh letusan gunung berapi diperkirakan terjadi sekitar 52.000 tahun yang lalu. Simpanan dari letusan telah ditemukan dalam distribusi radial sekitar Maninjau membentang hingga 50 km di sebelah timur, 75 km di tenggara, dan barat ke pantai ini. Deposito diperkirakan akan didistribusikan lebih dari 8.500 km ² dan memiliki volume 220-250 km ³. kaldera ini memiliki panjang 20 km dan lebar 8 km.
7. Gunung Tambora
Aktivitas vulkanik gunung berapi ini mencapai puncaknya pada bulan April tahun 1815 ketika meletus dalam skala tujuh pada Volcanic Explosivity Index. Letusan tersebut menjadi letusan tebesar sejak letusan danau Taupo pada tahun 181.
Letusan gunung ini terdengar hingga pulau Sumatra (lebih dari 2.000 km). Abu vulkanik jatuh di Kalimantan, Sulawesi, Jawa dan Maluku. Letusan gunung ini menyebabkan kematian hingga tidak kurang dari 71.000 orang dengan 11.000—12.000 di antaranya terbunuh secara langsung akibat dari letusan tersebut.
Bahkan beberapa peneliti memperkirakan sampai 92.000 orang terbunuh, tetapi angka ini diragukan karena berdasarkan atas perkiraan yang terlalu tinggi. Lebih dari itu, letusan gunung ini menyebabkan perubahan iklim dunia.
Satu tahun berikutnya (1816) sering disebut sebagai Tahun tanpa musim panas karena perubahan drastis dari cuaca Amerika Utara dan Eropa karena debu yang dihasilkan dari letusan Tambora ini. Akibat perubahan iklim yang drastis ini banyak panen yang gagal dan kematian ternak di Belahan Utara yang menyebabkan terjadinya kelaparan terburuk pada abad ke-19.
Selama penggalian arkeologi tahun 2004, tim arkeolog menemukan sisa kebudayaan yang terkubur oleh letusan tahun 1815 di kedalaman 3 meter pada endapan piroklastik. Artifak-artifak tersebut ditemukan pada posisi yang sama ketika terjadi letusan di tahun 1815. Karena ciri-ciri yang serupa inilah, temuan tersebut sering disebut sebagai Pompeii dari timur.
8. Toba Supervolcano
Merupakan letusan gunung berapi yang paling dahsyat yang pernah diketahui di planet Bumi ini. Dan hampir memusnahkan generasi umat manusia di planet Bumi.
73.000 tahun yang lalu letusan dari supervolcano di Indonesia hampir memusnahkan seluruh umat manusia. Hanya sedikit yang selamat. Dan setelah Tsunami Gunung Berapi Di Indonesia menjadi Aktif sekali lagi dan mengancam umat manusia.
Letusan ini tidak bisa dibandingkan dengan apapun yang telah dialami di bumi sejak masa dimana manusia bisa berjalan tegak. Dibandingkan dengan SuperVolcano Toba, bahkan krakatau yang menyebabkan sepuluh ribu korban jiwa pada 1883 hanyalah sebuah sendawa kecil.
Padahal krakatau memiliki daya ledak setara dengan 150 megaton TNT. Sebagai perbandingan: ledakan Bom Nuklir hiroshima hanya memiliki daya ledak 0,015 megaton, dan secara lisan maka daya musnahnya 10.000 kali lebih lemah dibanding krakatau.
Seperti yang telah diketahui oleh para ilmuwan, toba hampir memusnahkan umat manusia 73.00 tahun yang lalu. Saat itu manusia neanderthal menghuni bumi kita bersamaan dengan homo sapiens di eropa, serta homo erectus dan homo floresiensis di asia. Saat itu sangat dingin di eropa, Zaman es terakhir ini berjalan lancar dimana kijang, kuda liar dan rusa raksasa diburu.
Selain makanan herbivora, mammoth dan badak berbulu juga seringkali menjadi menu makanan manusia saat Toba, dengan diameter 90 kilometer di pulau yang sekarang dikenal dengan nama Sumatera.Meledak dalam arti yang sebenarnya.
Bersamaan dengan gelombang besar tsunami, ada 2.800 kilometer kubik abu yang dikeluarkan, yang menyebar ke seluruh atmosfir bumi kita. Yang mungkin telah mengurangi jumlah populasi manusia menjadi hanya sekitar 5000 sampai 10000 manusia saja.
Sebenarnya manusia jaman sekarang berasal dari beberapa ribu manusia yang selamat dari letusan super volcano Toba 73.000 tahun yang lalu. Oleh karena itu Gunung berapi di Indonesia bertanggung jawab atas hampir musnahnya umat manusia.
Dan Dari 60 hingga 70 gunung berapi yang dapat ditemuai di area tersebut(Indonesia) sekarang. Beberapa diantaranya menjadi aktif kembali dalam beberapa bulan maupun beberapa minggu setelah gempa di dasarlaut pada bulan desember 2004.
Walaupun Toba sampai saat ini masih tertidur jauh dan aman dibawah sebuah laut besar yang menyandang nama sama di Sumatera Utara. banyak orang yang takut apabila suatu saat Gunung Berapi aktif di Talang yang berada 300 kilometer di selatan Toba meletus, bisa membangunkan Raksasa yang tertidur.
Sumber: berbagai sumber
Sumber :
http://www.tribunnews.com/2010/10/27/delapan-gunug-berapi-di-indonesia-yang-menghebohkan-dunia
27 Oktober 2010
Robot Rekam Letusan Gunung Berapi di Dasar Laut
Jakarta - Para ilmuwan sudah sepatutnya berterima kasih kepada Jason. Tanpa robot ini, mereka tak akan berhasil merekam letusan gunung berapi yang terjadi di dasar lautan Samudera Pasifik.
Ya, sebuah kapal selam robot yang dinamakan Jason berhasil menjadi saksi dari letusan sebuah gunung berapi yang berjarak 4.000 kaki di bawah permukaan air.
Gunung yang terletak di Samudera Pasifik, tepatnya berbatasan dengan Fiji, Tonga, dan Samoa, ditemukan oleh para peneliti pada bulan Mei silam.
Dalam sebuah konferensi di San Francisco, video rekaman berdefinisi tinggi tentang aktivitas gunung berapi itu kemudian dipertontonkan.
Seperti detikINET kutip dari Associated Press Writer, Senin (21/12/2009), aksi dari robot Jason ini membuat pengamatan yang benar-benar dekat menjadi kenyataan.
Para ilmuwan dari NOAA dan National Science Foundation belum pernah menyaksikan letusan yang mendalam dan sedetil ini.
"Kami belum melihat ini sebelumnya. Dan sekarang untuk pertama kalinya, kita melihat lava yang mengalir di dasar laut," ujar Yusuf Resing, kepala misi ilmuwan sekaligus staf ahli kelautan kimia di University of Washington.
Misi untuk merekam letusan gunung berapi di dalam laut menggunakan robot ini memerlukan waktu 25 tahun dalam pembuatannya. Namun, penantian yang begitu lama telah terbayar sudah.
Dari rekaman hasil ekspedisi "Mata Barat" ini, para ilmuwan berharap gambar, data, dan contoh yang diperoleh bisa memberikan pencerahan tentang bagaimana kerak bumi terbentuk.
Penelitian juga dapat membantu menjelaskan bagaimana beberapa makhluk laut bisa bertahan hidup dan berkembang dalam lingkungan yang ekstrim, dan bagaimana bumi berperilaku ketika lempeng tektonik bertabrakan.
Dengan temuan ini, para ilmuan juga diharapkan bisa mempelajari bagaimana bertahan hidup di lingkungan bawah laut. Sementara, para peneliti juga bisa melihat penciptaan material langka--cuma terjadi dalam satu juta tahun--yang disebut boninite.
( afz / rou )
Sumber :
Andrian Fauzi - detikinet
http://www.detikinet.com/read/2009/12/21/092044/1263366/511/robot-rekam-letusan-gunung-berapi-di-dasar-laut
21 Desember 2009
Ya, sebuah kapal selam robot yang dinamakan Jason berhasil menjadi saksi dari letusan sebuah gunung berapi yang berjarak 4.000 kaki di bawah permukaan air.
Gunung yang terletak di Samudera Pasifik, tepatnya berbatasan dengan Fiji, Tonga, dan Samoa, ditemukan oleh para peneliti pada bulan Mei silam.
Dalam sebuah konferensi di San Francisco, video rekaman berdefinisi tinggi tentang aktivitas gunung berapi itu kemudian dipertontonkan.
Seperti detikINET kutip dari Associated Press Writer, Senin (21/12/2009), aksi dari robot Jason ini membuat pengamatan yang benar-benar dekat menjadi kenyataan.
Para ilmuwan dari NOAA dan National Science Foundation belum pernah menyaksikan letusan yang mendalam dan sedetil ini.
"Kami belum melihat ini sebelumnya. Dan sekarang untuk pertama kalinya, kita melihat lava yang mengalir di dasar laut," ujar Yusuf Resing, kepala misi ilmuwan sekaligus staf ahli kelautan kimia di University of Washington.
Misi untuk merekam letusan gunung berapi di dalam laut menggunakan robot ini memerlukan waktu 25 tahun dalam pembuatannya. Namun, penantian yang begitu lama telah terbayar sudah.
Dari rekaman hasil ekspedisi "Mata Barat" ini, para ilmuwan berharap gambar, data, dan contoh yang diperoleh bisa memberikan pencerahan tentang bagaimana kerak bumi terbentuk.
Penelitian juga dapat membantu menjelaskan bagaimana beberapa makhluk laut bisa bertahan hidup dan berkembang dalam lingkungan yang ekstrim, dan bagaimana bumi berperilaku ketika lempeng tektonik bertabrakan.
Dengan temuan ini, para ilmuan juga diharapkan bisa mempelajari bagaimana bertahan hidup di lingkungan bawah laut. Sementara, para peneliti juga bisa melihat penciptaan material langka--cuma terjadi dalam satu juta tahun--yang disebut boninite.
( afz / rou )
Sumber :
Andrian Fauzi - detikinet
http://www.detikinet.com/read/2009/12/21/092044/1263366/511/robot-rekam-letusan-gunung-berapi-di-dasar-laut
21 Desember 2009
Museum Merapi, Menampilkan Gunung Api di Indonesia
indosiar.com, Yogyakarta - Museum Gunung Merapi yang berada di Pakem, Sleman, Yogyakarta, Kamis lalu (1/10/2009) diresmikan.
Dengan luas bangunan mencapai 4000 meter persegi, museum yang mulai dibangun pada tahun 2005 ini menampilkan beragam informasi kegunung apian.
Meskipun baru terisi separuhnya, namun pengunjung dapat memperoleh gambaran tentang sifat gunung api di Indonesia hingga aspek sosial budaya masyarakat, yang tinggal disekitarnya.
Museum gunung berapi ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan geo wisata kegunung apian di daerah pegunungan vulkanik.
Selain itu, museum yang dibangun atas kerjasama Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral dengan Pemerintah Provinsi DIY dan Kabupaten Sleman ini, menjadi sarana edukasi yang berkaitan dengan mitigasi bencana.
Meski sudah diresmikan, sejumlah instansi terkait masih membahas soal pengelolaan museum gunung berapi selanjutnya. Selain itu, belum dipastikan kapan museum ini dibuka untuk umum.(Tisna Agung/Ijs)
Sumber :
http://www.indosiar.com/ragam/82422/museum-merapi-menampilkan-gunung-api-di-indonesia
5 Oktober 2009
Dengan luas bangunan mencapai 4000 meter persegi, museum yang mulai dibangun pada tahun 2005 ini menampilkan beragam informasi kegunung apian.
Meskipun baru terisi separuhnya, namun pengunjung dapat memperoleh gambaran tentang sifat gunung api di Indonesia hingga aspek sosial budaya masyarakat, yang tinggal disekitarnya.
Museum gunung berapi ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan geo wisata kegunung apian di daerah pegunungan vulkanik.
Selain itu, museum yang dibangun atas kerjasama Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral dengan Pemerintah Provinsi DIY dan Kabupaten Sleman ini, menjadi sarana edukasi yang berkaitan dengan mitigasi bencana.
Meski sudah diresmikan, sejumlah instansi terkait masih membahas soal pengelolaan museum gunung berapi selanjutnya. Selain itu, belum dipastikan kapan museum ini dibuka untuk umum.(Tisna Agung/Ijs)
Sumber :
http://www.indosiar.com/ragam/82422/museum-merapi-menampilkan-gunung-api-di-indonesia
5 Oktober 2009
Gunung Berapi
Gunung berapi atau gunung api secara umum adalah istilah yang dapat didefinisikan sebagai suatu sistem saluran fluida panas (batuan dalam wujud cair atau lava) yang memanjang dari kedalaman sekitar 10 km di bawah permukaan bumi sampai ke permukaan bumi, termasuk endapan hasil akumulasi material yang dikeluarkan pada saat meletus.
Lebih lanjut, istilah gunung api ini juga dipakai untuk menamai fenomena pembentukan ice volcanoes atau gunung api es dan mud volcanoes atau gunung api lumpur. Gunung api es biasa terjadi di daerah yang mempunyai musim dingin bersalju, sedangkan gunung api lumpur dapat kita lihat di daerah Kuwu, Purwodadi, Jawa Tengah. Masyarakat sekitar menyebut fenomena di Kuwu tersebut dengan istilah Bledug Kuwu
Gunung berapi terdapat di seluruh dunia, tetapi lokasi gunung berapi yang paling dikenali adalah gunung berapi yang berada di sepanjang busur Cincin Api Pasifik (Pacific Ring of Fire). Busur Cincin Api Pasifik merupakan garis bergeseknya antara dua lempengan tektonik.
Gunung berapi terdapat dalam beberapa bentuk sepanjang masa hidupnya. Gunung berapi yang aktif mungkin berubah menjadi separuh aktif, istirahat, sebelum akhirnya menjadi tidak aktif atau mati. Bagaimanapun gunung berapi mampu istirahat dalam waktu 610 tahun sebelum berubah menjadi aktif kembali. Oleh itu, sulit untuk menentukan keadaan sebenarnya daripada suatu gunung berapi itu, apakah gunung berapi itu berada dalam keadaan istirahat atau telah mati.
Apabila gunung berapi meletus, magma yang terkandung di dalam kamar magmar di bawah gunung berapi meletus keluar sebagai lahar atau lava. Selain daripada aliran lava, kehancuran oleh gunung berapi disebabkan melalui berbagai cara seperti berikut:
Aliran lava.
Letusan gunung berapi.
Aliran lumpur.
Abu.
Kebakaran hutan.
Gas beracun.
Gelombang tsunami.
Gempa bumi.
Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Gunung_berapi
Tingkat isyarat gunung berapi di Indonesia
Klik :
http://id.wikipedia.org/wiki/Gunung_berapi
Lebih lanjut, istilah gunung api ini juga dipakai untuk menamai fenomena pembentukan ice volcanoes atau gunung api es dan mud volcanoes atau gunung api lumpur. Gunung api es biasa terjadi di daerah yang mempunyai musim dingin bersalju, sedangkan gunung api lumpur dapat kita lihat di daerah Kuwu, Purwodadi, Jawa Tengah. Masyarakat sekitar menyebut fenomena di Kuwu tersebut dengan istilah Bledug Kuwu
Gunung berapi terdapat di seluruh dunia, tetapi lokasi gunung berapi yang paling dikenali adalah gunung berapi yang berada di sepanjang busur Cincin Api Pasifik (Pacific Ring of Fire). Busur Cincin Api Pasifik merupakan garis bergeseknya antara dua lempengan tektonik.
Gunung berapi terdapat dalam beberapa bentuk sepanjang masa hidupnya. Gunung berapi yang aktif mungkin berubah menjadi separuh aktif, istirahat, sebelum akhirnya menjadi tidak aktif atau mati. Bagaimanapun gunung berapi mampu istirahat dalam waktu 610 tahun sebelum berubah menjadi aktif kembali. Oleh itu, sulit untuk menentukan keadaan sebenarnya daripada suatu gunung berapi itu, apakah gunung berapi itu berada dalam keadaan istirahat atau telah mati.
Apabila gunung berapi meletus, magma yang terkandung di dalam kamar magmar di bawah gunung berapi meletus keluar sebagai lahar atau lava. Selain daripada aliran lava, kehancuran oleh gunung berapi disebabkan melalui berbagai cara seperti berikut:
Aliran lava.
Letusan gunung berapi.
Aliran lumpur.
Abu.
Kebakaran hutan.
Gas beracun.
Gelombang tsunami.
Gempa bumi.
Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Gunung_berapi
Tingkat isyarat gunung berapi di Indonesia
Klik :
http://id.wikipedia.org/wiki/Gunung_berapi
Ada Gunung Api Raksasa di Bawah Laut Sulawesi
Gunung ini memiliki ketinggian jika diukur dari dasar lebih dari 3.000 meter.
surya.co.id - Ekspedisi bersama Indonesia-Amerika Serikat di lautan dalam di perairan Sangihe, Sulawesi Utara, berhasil memetakan sebuah gunung bawah laut. Penelitian dengan sonar multicahaya kapal penelitian Okeanos milik NOAA ini menemukan gunung ini memiliki ketinggian sampai 10 ribu kaki atau lebih dari 3.000 meter.
Kamera yang dikendalikan dari jarak jauh oleh kapal tersebut mengambil gambar dengan definisi tinggi (high definition) di kawasan Kawio Barat yang mengacu pada wilayah perairan barat Kepulauan Kawio, Kabupaten Sangihe.
Para ilmuwan memilih Kawio Barat sebagai target pertama untuk ekspedisi ini berdasarkan informasi dan data satelit yang dikumpulkan oleh sebuah tim gabungan Indonesia-Australia pada 2004.
Unsur-unsur bawah laut yang berlimpah menjadi target awal yang ideal untuk menyesuaikan perangkat dan teknologi di dalam kapal yang digunakan dalam pelayaran perdana ini. Para ilmuwan ekspedisi ini berharap peta dan video yang dihasilkan akan membuka jalan bagi para peneliti lain untuk menindaklanjuti temuan awal yang mereka peroleh.
“Ini adalah sebuah gunung berapi yang besar dan lebih tinggi daripada semua gunung di Indonesia kecuali tiga atau empat lainnya, dan menjulang lebih dari sepuluh ribu kaki dari dasar laut di dalam perairan dan terletak di kedalaman lebih dari 18 ribu kaki,” kata Jim Holden, Ketua Ilmuwan AS untuk misi awal ekspedisi bersama ini, dan seorang ahli mikrobiologi dari University of Massachusetts di Amherst, yang turut serta dalam ekspedisi dari Exploration Command Center di Jakarta, Indonesia.
Untuk dibandingkan, Gunung Semeru yang tertinggi di Pulau Jawa memiliki ketinggian 3.676 meter di atas permukaan laut. Namun ketinggian ini diukur berdasarkan level permukaan laut, bukan dari dasar lembah dari gunung. Sementara ketinggian gunung bawah laut yang ditemukan di Sangihe ini diukur dari lembahnya.
Koneksi Jakarta-Seattle
Banyak ilmuwan yang bekerja dari wilayah pesisir dengan menggunakan model eksplorasi lautan dengan siaran video langsung jarak jauh (telepresence). Holden dan para ilmuwan lainnya di Exploration Command Centers di Jakarta dan Seattle terhubung dengan Okeanos Explorer secara langsung melalui satelit dan jalur internet berkecepatan tinggi, dan dapat terhubung dengan awak kapal untuk menuntun jalannya ekspedisi.
Para ilmuwan Indonesia dan AS yakin bahwa dengan menyelidiki lautan yang belum pernah tereksplorasi sebelumnya maka akan banyak fenomena baru yang diperoleh dan informasi yang didapat untuk menambah pemahaman kita tentang ekosistem dan pengasaman laut serta dampak perubahan iklim.
“Keprihatinan yang berkaitan dengan laut, termasuk keamanan pangan dan perlindungan ekosistem laut yang mendukung perikanan, berdampak pada banyak negara termasuk Indonesia – sebuah negara yang terdiri dari 17.000 kepulauan,” kata Sugiarta Wirasantosa, ilmuwan utama Indonesia untuk ekspedisi bersama dan ketua tim periset Indonesia pada Badan Riset Kelautan dan Perikanan. “Untuk memahami dan mengelola hal-hal seperti itu, kita harus lebih dulu melakukan eksplorasi. Itulah alasan mengapa ekspedisi ini begitu penting,” ujarnya dalam rilis yang diterima VIVAnews, 12 Juli 2010.
Petakan Dasar Laut Indonesia
Sejauh ini, Okeanos Explorer telah memetakan 2.400 mil persegi dasar laut di Indonesia, wilayah yang luasnya setara dengan luas Delaware. Pada pertengahan Juli, kapal riset dan perikanan milik Indonesia Baruna Jaya IV akan memetakan lebih banyak dasar laut dan menempatkan peralatan di kepulauan Kawio sebelum kedua kapal bertemu di Pelabuhan Bitung. Mereka akan dikerahkan kembali pada 21 Juli untuk terus mengeksplorasi lebih banyak lagi lautan yang belum terjamah dekat gugus kepulauan Sangihe dan Talaud. Ekspedisi tersebut akan rampung pada 14 Agustus.
“Ini sangat mirip seperti memecahkan teka-teki,” kata Holden. “Pertama-tama kami memetakan dasar laut, dan jika kami melihat sesuatu yang menarik, ilmuwan yang berada di darat dan staf yang berada di kapal menghentikan kapal untuk meletakkan lebih banyak alat sensor dan sistem di air,” katanya.
Investigasi pendahuluan ini mencakup penempatan robot bawah air yang dinamai ROV, atau remotely-operated vehicle, di mana seorang pilot yang berada di kapal mengendalikan ROV yang berada jauh di bawah laut. ROV tersebut merupakan sebuah sistem berbadan dua yang dapat menyelam hingga ke kedalaman 13.000 kaki, dan apabila lampu dan kamera video berdefinisi tinggi di kedua instrumen dinyalakan, akan dapat dilihat langsung oleh ilmuwan di darat.
Misi NOAA adalah untuk memahami dan memprediksi perubahan-perubahan di lingkungan di muka bumi, mulai dari dasar laut hingga permukaan matahari, serta melindungi dan mengelola sumber daya pesisir dan laut. VIVAnews
Sumber :
http://www.surya.co.id/2010/07/13/ada-gunung-api-raksasa-di-bawah-laut-sulawesi.html
13 Juli 2010
surya.co.id - Ekspedisi bersama Indonesia-Amerika Serikat di lautan dalam di perairan Sangihe, Sulawesi Utara, berhasil memetakan sebuah gunung bawah laut. Penelitian dengan sonar multicahaya kapal penelitian Okeanos milik NOAA ini menemukan gunung ini memiliki ketinggian sampai 10 ribu kaki atau lebih dari 3.000 meter.
Kamera yang dikendalikan dari jarak jauh oleh kapal tersebut mengambil gambar dengan definisi tinggi (high definition) di kawasan Kawio Barat yang mengacu pada wilayah perairan barat Kepulauan Kawio, Kabupaten Sangihe.
Para ilmuwan memilih Kawio Barat sebagai target pertama untuk ekspedisi ini berdasarkan informasi dan data satelit yang dikumpulkan oleh sebuah tim gabungan Indonesia-Australia pada 2004.
Unsur-unsur bawah laut yang berlimpah menjadi target awal yang ideal untuk menyesuaikan perangkat dan teknologi di dalam kapal yang digunakan dalam pelayaran perdana ini. Para ilmuwan ekspedisi ini berharap peta dan video yang dihasilkan akan membuka jalan bagi para peneliti lain untuk menindaklanjuti temuan awal yang mereka peroleh.
“Ini adalah sebuah gunung berapi yang besar dan lebih tinggi daripada semua gunung di Indonesia kecuali tiga atau empat lainnya, dan menjulang lebih dari sepuluh ribu kaki dari dasar laut di dalam perairan dan terletak di kedalaman lebih dari 18 ribu kaki,” kata Jim Holden, Ketua Ilmuwan AS untuk misi awal ekspedisi bersama ini, dan seorang ahli mikrobiologi dari University of Massachusetts di Amherst, yang turut serta dalam ekspedisi dari Exploration Command Center di Jakarta, Indonesia.
Untuk dibandingkan, Gunung Semeru yang tertinggi di Pulau Jawa memiliki ketinggian 3.676 meter di atas permukaan laut. Namun ketinggian ini diukur berdasarkan level permukaan laut, bukan dari dasar lembah dari gunung. Sementara ketinggian gunung bawah laut yang ditemukan di Sangihe ini diukur dari lembahnya.
Koneksi Jakarta-Seattle
Banyak ilmuwan yang bekerja dari wilayah pesisir dengan menggunakan model eksplorasi lautan dengan siaran video langsung jarak jauh (telepresence). Holden dan para ilmuwan lainnya di Exploration Command Centers di Jakarta dan Seattle terhubung dengan Okeanos Explorer secara langsung melalui satelit dan jalur internet berkecepatan tinggi, dan dapat terhubung dengan awak kapal untuk menuntun jalannya ekspedisi.
Para ilmuwan Indonesia dan AS yakin bahwa dengan menyelidiki lautan yang belum pernah tereksplorasi sebelumnya maka akan banyak fenomena baru yang diperoleh dan informasi yang didapat untuk menambah pemahaman kita tentang ekosistem dan pengasaman laut serta dampak perubahan iklim.
“Keprihatinan yang berkaitan dengan laut, termasuk keamanan pangan dan perlindungan ekosistem laut yang mendukung perikanan, berdampak pada banyak negara termasuk Indonesia – sebuah negara yang terdiri dari 17.000 kepulauan,” kata Sugiarta Wirasantosa, ilmuwan utama Indonesia untuk ekspedisi bersama dan ketua tim periset Indonesia pada Badan Riset Kelautan dan Perikanan. “Untuk memahami dan mengelola hal-hal seperti itu, kita harus lebih dulu melakukan eksplorasi. Itulah alasan mengapa ekspedisi ini begitu penting,” ujarnya dalam rilis yang diterima VIVAnews, 12 Juli 2010.
Petakan Dasar Laut Indonesia
Sejauh ini, Okeanos Explorer telah memetakan 2.400 mil persegi dasar laut di Indonesia, wilayah yang luasnya setara dengan luas Delaware. Pada pertengahan Juli, kapal riset dan perikanan milik Indonesia Baruna Jaya IV akan memetakan lebih banyak dasar laut dan menempatkan peralatan di kepulauan Kawio sebelum kedua kapal bertemu di Pelabuhan Bitung. Mereka akan dikerahkan kembali pada 21 Juli untuk terus mengeksplorasi lebih banyak lagi lautan yang belum terjamah dekat gugus kepulauan Sangihe dan Talaud. Ekspedisi tersebut akan rampung pada 14 Agustus.
“Ini sangat mirip seperti memecahkan teka-teki,” kata Holden. “Pertama-tama kami memetakan dasar laut, dan jika kami melihat sesuatu yang menarik, ilmuwan yang berada di darat dan staf yang berada di kapal menghentikan kapal untuk meletakkan lebih banyak alat sensor dan sistem di air,” katanya.
Investigasi pendahuluan ini mencakup penempatan robot bawah air yang dinamai ROV, atau remotely-operated vehicle, di mana seorang pilot yang berada di kapal mengendalikan ROV yang berada jauh di bawah laut. ROV tersebut merupakan sebuah sistem berbadan dua yang dapat menyelam hingga ke kedalaman 13.000 kaki, dan apabila lampu dan kamera video berdefinisi tinggi di kedua instrumen dinyalakan, akan dapat dilihat langsung oleh ilmuwan di darat.
Misi NOAA adalah untuk memahami dan memprediksi perubahan-perubahan di lingkungan di muka bumi, mulai dari dasar laut hingga permukaan matahari, serta melindungi dan mengelola sumber daya pesisir dan laut. VIVAnews
Sumber :
http://www.surya.co.id/2010/07/13/ada-gunung-api-raksasa-di-bawah-laut-sulawesi.html
13 Juli 2010
5 Gunung Api Indonesia Masuk Masa Erupsi
Politikindonesia - Ancaman letusan gunung berapi di Tanah Air masih tinggi. Setelah Gunung Merapi di Daerah Istimewa Yogyakarta meletus kemarin petang, ancaman lain masih ada. Hingga tahun depan, sedikitnya lima gunung berapi di Indonesia, mulai memasuki siklus erupsi.
Peneliti Badan Geologi Igan Sutawijaya, mengemukakan hal itu, di Bandung, Jawa Barat, Selasa (26/10).
Menurut Igan, aktivitas gunung-gunung tersebut dapat meningkat dalam waktu cepat sebelum memasuki fase erupsi. Kelimanya, Gunung Karangetang, dua gunung di Ende Flores, Gunung Lukono di Halmahera, dan satu gunung di Papua. Kelimanya memiliki siklus erupsi antara empat sampai delapan tahunan.
"Dalam beberapa tahun gunung aktif mengumpulkan energi. Pada periode tertentu, biasa disebut siklus erupsi, mereka akan mengeluarkan energi berupa letusan," ujar Igan Sutawijaya, di Bandung, Jawa Barat, Selasa (26/10).
Meski demikian iIgan belum dapat memprediksi pada tahun keberapa aktivitas gunung meningkat dan seberapa kekuatan letusan. Hal itu hanya dapat diketahui jika ada gejala awal dan penelitian kandungan asam sulfatara.
Igan memberikan contoh, Merapi memiliki siklus erupsi empat hingga tujuh tahunan. Merapi terakhir meletus 2006 dan tahun ini. Namun tahun ini menunjukkan gejala serupa.
Ia berharap pemerintah mulai memerhatikan hal tersebut. Caranya memperbanyak seismograf permanen dan gardu pengawasan di gunung aktif.
Sebab selama ini sebagian besar gunung terutama di luar Pulau Jawa hanya dipantau dari seismograf mobile tanpa sarana memadai.
Kondisi ini menyulitkan Badan Geologi Bandung dalam mendeteksi dini erupsi. Padahal, bila gejala erupsi diketahui secara cepat, pemerintah juga bakal cepat mengambil keputusan terkait keselamatan warga di sekitar gunung berapi. (mun/na)
Sumber :
http://www.politikindonesia.com/index.php?k=politisiana&i=12582
27 Oktober 2010
Peneliti Badan Geologi Igan Sutawijaya, mengemukakan hal itu, di Bandung, Jawa Barat, Selasa (26/10).
Menurut Igan, aktivitas gunung-gunung tersebut dapat meningkat dalam waktu cepat sebelum memasuki fase erupsi. Kelimanya, Gunung Karangetang, dua gunung di Ende Flores, Gunung Lukono di Halmahera, dan satu gunung di Papua. Kelimanya memiliki siklus erupsi antara empat sampai delapan tahunan.
"Dalam beberapa tahun gunung aktif mengumpulkan energi. Pada periode tertentu, biasa disebut siklus erupsi, mereka akan mengeluarkan energi berupa letusan," ujar Igan Sutawijaya, di Bandung, Jawa Barat, Selasa (26/10).
Meski demikian iIgan belum dapat memprediksi pada tahun keberapa aktivitas gunung meningkat dan seberapa kekuatan letusan. Hal itu hanya dapat diketahui jika ada gejala awal dan penelitian kandungan asam sulfatara.
Igan memberikan contoh, Merapi memiliki siklus erupsi empat hingga tujuh tahunan. Merapi terakhir meletus 2006 dan tahun ini. Namun tahun ini menunjukkan gejala serupa.
Ia berharap pemerintah mulai memerhatikan hal tersebut. Caranya memperbanyak seismograf permanen dan gardu pengawasan di gunung aktif.
Sebab selama ini sebagian besar gunung terutama di luar Pulau Jawa hanya dipantau dari seismograf mobile tanpa sarana memadai.
Kondisi ini menyulitkan Badan Geologi Bandung dalam mendeteksi dini erupsi. Padahal, bila gejala erupsi diketahui secara cepat, pemerintah juga bakal cepat mengambil keputusan terkait keselamatan warga di sekitar gunung berapi. (mun/na)
Sumber :
http://www.politikindonesia.com/index.php?k=politisiana&i=12582
27 Oktober 2010
Langganan:
Postingan (Atom)